H Mustofa, Pengusaha Sukses yang Buta Huruf
SURABAYA -
Maraknya pabrik pengecoran besi baja di Jawa Timur semakin memberi peluang
bagus pada para pengusaha pemasok besi tua (besi bekas). Kebutuhan pabrik terhadap
besi tua semakin besar, sehingga harga penjualan besi tua semakin bersaing.
H. Mustofa,
salah seorang pengusaha pemasok besi tua yang tinggal di Jl. Sidorame 30
Surabaya, mengatakan paling tidak saat ini dirinya memasok empat perusahaan
pengecoran besi, yakni Hanil di Waru Sidoarjo, Ispatindo, Jatim Taman Steel,
dan Maspion Grup. “Jika harganya cocok,
saya langsung pasok besi tua untuk pabrik-pabrik itu. Terserah mereka minta
berapa, akan saya penuhi,” kata H. Mustofa dengan logat Madura yang sangat kental.
Untuk Pabrik
Hanil saja, dirinya seminggu ditarget memasok 500 ton per minggu. “Kalau hanya
minta 500 ton per minggu, mudah saya penuhi. Dua hari ini saja saya sudah
memasok pabrik itu 300 ton. Jadi target 500 ton bisa saya penuh hanya dalam
waktu 3 atau 4 hari saja,” kata H. Mustofa, yang juga Ketua Umum Asosiasi
Pengusaha Besi Tua Indonesia (Aspebi). Pasokan untuk 4 pabrik, lanjut Mustofa,
bisa sampai 8.000 ton per bulan.
Guna memenuhi
target dari empat pabrik yang dipasoknya, H. Mustofa mempekerjakan tidak kurang
dari 700 orang. Mereka disebar di hampir seluruh pelosok Indonesia, seperti di
Jember, Semarang, Bandung, Samarinda, Sampit, Palu, Balikpapan, Ujung Pandang,
Papua, NTBm dan NTT. “Setiap dua hari mereka mengirim besi tua dengan kontener
menuju Tanjung Perak. Dari Tanjung Perak, langsung kami kirim ke pabrik. Jadi
tidak perlu masuk gudang,” tandas bapak tiga anak ini.
Dari para karyawannya, H Mustofa membeli besi tua tersebut dengan harga antara Rp 2.250 – 2.300/kg untuk jenis yang bagus. Untuk jenis di bawahnya, dibeli dengan harga Rp 2.000. harga tersebut sudah termasuk biaya transportasi sampai ke pabrik.
Dari para karyawannya, H Mustofa membeli besi tua tersebut dengan harga antara Rp 2.250 – 2.300/kg untuk jenis yang bagus. Untuk jenis di bawahnya, dibeli dengan harga Rp 2.000. harga tersebut sudah termasuk biaya transportasi sampai ke pabrik.
Penjualan di
pabrik pengecoran besi, H. Mustofa “hanya” mendapatkan keuntungan Rp 25-30/kg.
Kalau dalam satu bulan rata-rata bisa memasok 8000 ton, berarti keuntungan yang
didapatkan tiap bulan bisa mencapai Rp 200 juta lebih.
Tukang Timbang
Keberanian H.
Mustofa ini tidak terlepas dari pengalaman hidupnya yang panjang sehingga ia
menjadi pengusaha besi tua yang terbilang cukup sukses. Saat remaja, dia
hanyalah kuli angkat besi tua di tempat penampungan besi tua milik Padli,
pamannya. Ketika pamannya mulai tua, terpaksa ia harus mandiri dengan menjadi
tukang timbang besi tua yang setiap hari mangkal di Jalan Sidorame, Surabaya.
H. Mustofa
ternyata tidak mau hidupnya hanya menjadi tukang timbang. Lewat keahliannya
menaksir harga besi tua, ia nekat meminjam uang pada H. Kolik, pengusaha besi
tua di daerah tersebut sebesar Rp 125 juta untuk membeli sebuah kapal perang
bekas Pramasta pada tahun 1986. Ternyata, ia harus menanggung kerugian sebesar
Rp 16 juta. Sebab ia meleset menaksir harga kapal tersebut.
Bukannya kapok, kegagalan itu justru membuat semangat H. Mustofa semakin terlecut. Ia kembali pinjam uang ke H. Kolik untuk membeli kapal tangker dari Singapura. Ternyata penaksirannya kali ini cukup jitu, sehingga ia bisa meraup keuntungan Rp 4 juta.
Bukannya kapok, kegagalan itu justru membuat semangat H. Mustofa semakin terlecut. Ia kembali pinjam uang ke H. Kolik untuk membeli kapal tangker dari Singapura. Ternyata penaksirannya kali ini cukup jitu, sehingga ia bisa meraup keuntungan Rp 4 juta.
“Saya masih
ingat saat mengawali karier sebagai pengusaha besi tua dengan membeli sebuah
kapal yang karam di perairan Madura. Meski tidak tahu betul bentuk kapal yang
karam itu, saya berani membelinya. Saya saat itu nekat. Jika berhasil
mengangkat kapal, hasilnya sangat besar. Tetapi jika gagal, saya bisa rugi
ratusan juta rupiah,” kata H. Mustofa, yang asli kelahiran Bangkalan, Madura, 30
Juni 1952 itu.
Akhirnya nasib baik berpihak kepadanya karena kapal yang karam tersebut berhasil diangkatnya. Keuntungan yang sangat besar berada di depan mata.
Akhirnya nasib baik berpihak kepadanya karena kapal yang karam tersebut berhasil diangkatnya. Keuntungan yang sangat besar berada di depan mata.
“Dari keuntungan
penjualan besi kapal itulah membuat saya sampai saat ini menjadi pengusaha besi
tua. Kalau saya hitung hingga saat ini sudah lebih dari 50 kapal yang pernah
saya beli,” tambahnya.
Mencari Besi ke Irak
Sebagai orang
yang memiliki naluri bisnis tinggi, H Mustofa tidak cepat puas dengan kondisi
saat ini. Ia juga berpikir untuk melakukan ekstensifikasi pencarian besi tua
sampai ke negeri Irak.
“Saat perang Irak dua tahun lalu, saya sempat mengirimkan tiga orang anak buah saya ke Irak. Sebab saya melihat setelah serangan Tentara AS di Irak, dimana banyak gedung rusak, banyak menara-menara yang runtuh, menjadikan saya tertarik untuk membeli besi tua dari negara Arab tersebut,” katanya.
“Saat perang Irak dua tahun lalu, saya sempat mengirimkan tiga orang anak buah saya ke Irak. Sebab saya melihat setelah serangan Tentara AS di Irak, dimana banyak gedung rusak, banyak menara-menara yang runtuh, menjadikan saya tertarik untuk membeli besi tua dari negara Arab tersebut,” katanya.
Tetapi sayang,
tambahnya, pihaknya kesulitan untuk melakukan pembelian besi tua di sana.
Selain itu, perjalanan menuju laut sangat jauh, apalagi sarana dan prasarana
transportasi di Irak sulit didapat. “Akhirnya saya batalkan, meskipun saat itu
sudah saya siapkan dana yang cukup besar untuk membeli besi tua dari Irak,”
jelasnya.
Meskipun
demikian, H. Mustofa mengaku tak kecewa, karena hal itu merupakan sebuah risiko
dari seorang pengusaha. “Paling tidak, saya sudah menjalin hubungan dengan
orang-orang di sana, sehingga suatu saat pasti ada manfaatnya,” tandasnya.
Meski tergolong
pengusaha yang cukup sukses, H. Mustofa terlihat sangat sederhana. Hampir semua
urusan pekerjaan ia percayakan pada karyawannya, khususnya manajemen CV
Sampurna. Sebab hingga saat ini, H. Mustofa mengaku buta huruf.
“Sejak kecil
saya hidup miskin, sehingga harus bekerja membantu orang tua. Jadi, sejak kecil
saya tidak pernah sekolah, tidak pernah belajar membaca atau menulis. Saya ini
buta huruf,” akunya dengan lugas.
Meskipun demikian, ia berusaha agar anak-anaknya menjadi orang yang pandai dan sukses di bidang pendidikan dan bisnis. Karena itu, tiga anaknya selalu ia sekolahkan, tambahan bahasa asing dan berbagai kursus. Dalam waktu dekat, Lilik, salah seorang anaknya yang telah lulus S1 bidang hukum, akan melanjutkan pendidikan S2 bidang hukum di Belanda.
Meskipun demikian, ia berusaha agar anak-anaknya menjadi orang yang pandai dan sukses di bidang pendidikan dan bisnis. Karena itu, tiga anaknya selalu ia sekolahkan, tambahan bahasa asing dan berbagai kursus. Dalam waktu dekat, Lilik, salah seorang anaknya yang telah lulus S1 bidang hukum, akan melanjutkan pendidikan S2 bidang hukum di Belanda.
Lantas, apa
kunci H. Mustofa agar bisa menjadi pengusaha besi tua yang sukses? “Pengusaha
besi tua itu enak, karena sampai kapanpun besi tua selalu ada, tidak pernah
mati. Meski buta huruf yang penting punya hati yang bersih, jujur, dapat
dipercaya orang dan kalau perlu harus nekat dalam mengambil suatu keputusan,”
kata H. Mustofa.
FAKTOR KESUKSESAN:
a) Berani mengambil resiko
b) Sudah berpengalaman tentang besi tua sejak masih kecil
c) Mempunyai keahlian untuk menaksirkan harga besi tua.
d) Pantang menyerah walaupun sudah pernah gagal.
e) Tidak cepat puas akan hal yang telah beliau capai.
f) Percaya pada karyawannya.
g) Punya hati yang bersih, jujur, agar dapat dipercaya
orang.
h) Mandiri
FAKTOR KEGAGALAN:
a) Meleset menaksirkan harga besi kapal tua
b) Kesulitan untuk membeli besi tua di negara lain (Irak)
No comments:
Post a Comment