Pengertian Penelitian Kualitatif
Creswell, J.W. dalam bukunya yang berjudul: “Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches.” Sage Publications, 1994, mengemukakan: Research that is guided by the qualitative paradigm is defined as: “an inquiry process of understanding a social or human problem based on building a complex, holistic picture, formed with words, reporting detailed views of informants, and conducted in a natural setting.”
Kutipan tersebut mengandung makna penelitian yang dibimbing oleh paradigma kualitatif didefinisikan sebagai: “Suatu proses penelitian untuk memahami masalah-masalah manusia atau sosial dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan dengan kata-kata, melaporkan pandangan terinci yang diperoleh dari para sumber informasi, serta dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah.”
Denzin & Lincoln, dalam bukunya yang berjudul: “Handbook of Qualitative Research,” Sage Publications, 1998, mengemukakan: “Qualitative research is many things to many people. Its essence is twofold: a commitment to some version of the naturalistic, interpretive approach to its subject matter, and an ongoing critique of the politics and methods of positivism…Qualitative researchers stress the socially constructed nature of reality, the intimate relationship between the researcher and what is studied, and…value laden nature inquiry.”
Kutipan tersebut mempunyai arti, penelitian kualitatif esensinya bersifat ganda: suatu komitmen terhadap pandangan naturalistik-pendekatan interpretatif terhadap pokok persoalan studi dan suatu kritik yang berkelanjutan terhadap politik dan metode positivisme. …….Peneliti kualitatif menekankan realitas yang dibentuk secara sosial, hubungan yang erat antara peneliti dan yang diteliti dan ……, ciri penelitian yang sarat nilai.
Selanjutnya, Denzin & Lincoln menjelaskan: “Qualitative research is aimed at gaining a deep understanding of a specific organization or event, rather than a surface description of a large sample of a population. It aims to provide an explicit rendering of the structure order, and broad patterns found among a group of participants. It is also called ethno-methodology or field research. It generates data about human groups in social settings.”
Kutipan tersebut mempunyai arti: “Penelitian kualitatif lebih ditujukan untuk mencapai pemahaman mendalam mengenai organisasi atau peristiwa khusus, ketimbang mendeskripsikan bagian permukaan dari sampel besar dari sebuah populasi. Penelitian ini juga bertujuan untuk menyediakan penjelasan tersurat mengenai struktur, tatanan dan pola yang luas yang terdapat dalam suatu kelompok partisipan. Penelitian kualitatif juga disebut etno-metodologi atau penelitian lapangan. Penelitian ini juga menghasilkan data mengenai kelompok manusia dalam latar/setting sosial.”
Lebih lanjut, Denzin & Lincoln menjelaskan: “Qualitative research does not introduce treatments or manipulate variables, or impose the researcher’s operational definitions of variables on the participants. Rather, it lets the meaning emerge from the participants. It is more flexible in that it can adjust to the setting. Concepts, data collection tools, and data collections methods can be adjusted as the research progresses.”
Kutipan tersebut mempunyai arti: “Penelitian kualitatif tidak memperkenalkan perlakuan (treatment), atau memanipulasi variabel atau memaksakan definisi operasional peneliti mengenai variabel-variabel pada peserta penelitian. Sebaliknya, penelitian kualitatif membiarkan sebuah makna muncul dari partisipan-partisipan itu sendiri. Penelitian ini sifatnya lebih fleksibel sehingga dapat disesuaikan dengan latar yang ada. Konsep-konsep, alat-alat pengumpul data, dan metoda pengumpulan data dapat disesuaikan dengan perkembangan penelitian.”
Untuk memperjelas pandangan-pandangan tentang penelitian kualitatif, Denzin & Lincoln menambahkan penjelasan sebagai berikut: “Qualitative research aims to get a better understanding through first-hand experience, truthful reporting, and quotations of actual conversations. It aims to understand how the participants derive meaning from their surroundings, and how their meaning influences their behavior.”
Kutipan tersebut mempunyai arti: “Penelitian kualitatif ditujukan untuk mendapatkan pemahaman yang mendasar melalui pengalaman ‘tangan pertama’, laporan yang sebenar-benarnya, dan catatan-catatan percakapan yang aktual. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana para partisipan mengambil makna dari lingkungan sekitar dan bagaimana makna-makna tersebut mempengaruhi perilaku mereka sendiri.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan bagian permukaan dari suatu realitas sebagaimana dilakukan penelitian kuantitatif dengan positivismenya. Peneliti menginterpretasikan bagaimana subjek memperoleh makna dari lingkungan sekeliling, dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi perilaku mereka. Penelitian dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah (naturalistic) bukan hasil perlakuan (treatment) atau manipulasi variabel yang dilibatkan.
Dari pandangan-pandangan yang telah dikemukakan oleh Creswell maupun Denzin & Lincoln tersebut tidak saja dapat ditarik kesimpulan tentang definisi penelitian kualitatif tetapi juga tentang ciri-cirinya. Untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang ciri-ciri penelitian kualitatif akan diuraikan lebih lanjut tentang penelitian kualitatif menurut Denzin & Lincoln sebagai berikut: “Qualitative research uses variety kinds of qualitative inquiry in collecting data (such as: observation, interview, documenting, narrating, publishing text, etc.). Observation is the selection and recording of behaviors of people in their environment. Observation is useful for generating in-depth descriptions of organization or events, for obtaining information that is otherwise inaccessible, and for conducting research when other methods are inadequate.”
Kutipan tersebut mempunyai arti: “Penelitian kualitatif menggunakan berbagai jenis studi kualitatif dalam mengumpulkan data (seperti: observasi, wawancara, dokumentasi, narasi, publikasi teks, dll.). Observasi adalah penyeleksian dan pencatatan perilaku manusia dalam lingkungannya. Observasi digunakan untuk menghasilkan penjelasan yang sangat mendalam mengenai organisasi dan peristiwa, untuk mendapatkan informasi yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain, dan untuk melakukan penelitian di saat metode-metode lain tidak memadai.”
Tentang observasi, Denzin & Lincoln menjelaskan lebih lanjut sebagai berikut: “Observation is used extensively in studies by psychologists, anthropologists, sociologists, and program evaluator. Direct observation reduces distortion between the observer and what is observed that can be produced by an instrument (e.g. questionnaire). It occurs in a natural setting, not a laboratory or controlled experiment. The context or background of behavior is included in observations of both people and their environment. And it can be used with inarticulate subjects, such as children or others unwilling to express themselves.”
Kutipan tersebut mempunyai arti: “Observasi digunakan secara luas dalam studi oleh para psikolog, antropolog, sosiolog, dan penilai program. Observasi secara langsung mengurangi distorsi antara pengamat dan apa yang diamati, yang dapat diperoleh melalui sebuah instrumen (kuesioner). Observasi langsung terjadi di dalam latar yang alami, bukan dalam laboratorium atau eksperimen yang terkontrol. Konteks atau latar belakang perilaku juga tercakup dalam pengamatan terhadap orang-orang dan lingkungannya. Observasi ini dapat digunakan terhadap subjek yang tidak pandai berbicara, seperti anak-anak atau mereka yang segan mengekspresikan dirinya sendiri.”
Sebelum diuraikan tentang ciri-ciri penelitian kualitatif, akan dikemukakan pandangan Muluk (yang mengacu pada Guba & Lincoln, 1998) dalam disertasinya (2004) bahwa dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora penelitian kualitatif lebih tepat dibandingkan penelitian kuantitatif sebagai berikut: “…Memang selama beberapa ratus tahun setelah revolusi ilmu pengetahuan, positivisme seperti tidak terbantahkan dengan dasar objektivitas, kuantifikasi, dan rasionalitas. Namun positivisme menjadi problematis ketika dihadapkan dengan ilmu-ilmu sosial dan humaniora, mengingat bahwa realitas dan fenomena dalam ilmu sosial kebanyakan tidak mempunyai batas yang jelas antara subjek dan objek.
Realitas tunggal yang objektif dalam ilmu sosial dan humaniora dipandang sebagai kemungkinan yang sukar dicapai dalam suatu dinamika sosial. Sebaliknya, dalam ilmu sosial dan humaniora, realitas dipandang sebagai suatu yang plural dan tidak pernah bebas konteks, bebas nilai dan bebas ideologi, suatu hal yang sangat diagung-agungkan oleh pendekatan positivisme. Kritik yang paling mendasar terhadap pendekatan positivisme adalah pada kecenderungannya untuk memperlakukan data – demi menjaga objektivitas – tanpa mempertimbangkan konteks, pada kecenderungannya untuk menggeneralisasi data yang umum kepada kasus-kasus yang spesifik. Kritik lainnya adalah pada pandangan positivistik yang meyakini adanya realitas yang bebas nilai (value-free) serta mengabaikan adanya dimensi interaksi dan hubungan timbal-balik (reciprocal) antara pengamat (observer) dengan yang diamati (Guba & Lincoln, 1998 dalam Malik, 2004:140).
Dengan demikian, paradigma teoretik setelah era positivisme menolak anggapan bahwa sesuatu yang ilmiah hanyalah sesuatu yang dapat diukur secara kuantitatif. Dalam perkembangan berikutnya, pandangan positivistik mendapat tantangan dari paradigma lainnya. Dengan demikian, positivistik tidak lagi satu-satunya cara untuk sampai pada kebenaran ilmiah. Makin disadari bahwa untuk gejala-gejala sosial, budaya dan perilaku, pendekatan-pendekatan yang lebih berorientasi pada pandangan naturalistik dan fenomenologis dianggap lebih mampu untuk menjelaskan gejala secara keseluruhan”).
No comments:
Post a Comment