Intervensi Tanaman Pakan


Pola Tanam Tumpangsari
Pola tanam tumpangsari adalah suatu pertamanan dua jenis atau lebih tanaman cultivar pada bidang tanah dan waktu yang sama dengan membentuk baris – baris yang teratur untuk tiap jenis tanaman (Thahir, 1985). Pola tanam tumpangsari dapat dengan cara penambahan atau cara penggantian sebagian populasi tanaman utama. Beets (1982) menegaskan bahwa, pola tanam tumpangsari adalah bentuk pertamanan campuran antara jenis – jenis tanaman yang ditanam dalam jarak dan baris – baris yang teratur. Salah satu bentuk pola tanam tumpangsari termasuk juga pertamanan campuran antara tanaman ekonomi dengan tanaman makanan ternak (Humphreys, 1979).
Pertanaman campuran yang termasuk di dalamnya adalah pola tanam tumpangsari. Pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanah, karena meningkatnya jumlah energi radiasi matahari yang mampu ditangkap oleh tajuk tanaman (Soeriatmadja, 1981; Ofori dan Stern, 1987). Menurut Wahua dan Miller (1978), pola tanam tumpangsari sangat populer di kalangan petani skala kecil di daerah tropika dan sub-tropika, karena (1) memberikan imbangan suplai nutrisi, energi dan protein, (2) memaksimumkan keuntungan dan penggunaan sumberdaya lingkungan, (3) sebagai kontrol terhadap tanaman pengganggu, (4) menekan risiko usaha tani, dan (5) mempertahankan kesuburan tanah. Pertanaman campuran juga mempunyai manfaat untuk mencegah erosi (Sitanala, 1983), untuk mencegah kecenderungan peningkatan populasi hama (Sutater, 1981), dan sebagai modifikasi penggunaan pupuk hijau (Rosa et al, 1980; Kang, Wilson dan Sipkens, 1981). Shelton dan Humphreys (1975), Humphreys (1979) dan Helsel dan Wedin (1981) memperoleh manfaat dari pertanaman campuran tanaman pakan dan tanaman pangan untuk meningkatkan penyediaan hijauan pakan dan meningkatkan efisiensi manfaat jerami dari tanaman utama.
Hasil per satuan luas dari masing – masing tanaman dalam tumpangsari pada umumnya lebih rendah dibandingkan hasil dalam monokultur (Donald, 1963 dan Trenbath, 1974). Walaupun demikian seringkali hasil per individu tanaman masing – masing atau salah satu justru meningkat, sehingga masing – masing atau salah satu menjadi lebih tinggi daripada pola tanam monokulturnya. Keadaan ini bisa apabila yang ditumpangsarikan adalah jenis leguminosa dan kesuburan tanahnya rendah (Agboola dan Fayemi, 1972; Ofori dan Stern, 1987).  
Ahmed dan Rao (1982) menunjukkan bahwa, pola tanam tumpangsari tanaman jagung dengan kedelai dapat meningkatkan produktivitas tanah. Nilai NKT tumpangsari jagung dan kedelai adalah 1.64 apabila tanpa pemupukan nitrogen, dan diperoleh 1.42 apabila diberi pemupukan nitrogen sesuai dosis rekomendasi. Hasil ini memperlihatkan bahwa, efisiensi biologis yang diukur dari nilai NKT, pola tanam tumpangsari mempunyai efisiensi 64% dan 42% lebih tinggi daripada monokulturnya.
Francis et al (1982)a menyimpulkan dari tumpangsari jagung dengan kacang jogo (Phaseolus Vulgaris L) bahwa, kepadatan tanaman kacang jogo tidak mempengaruhi hasil biji jagung, sebaliknya kepadatan tanaman jagung menekan hasil biji kacang jogo. Peneliti yang sama juga menyimpulkan bahwa, kompetisi sesama jenis (intra – specific) lebih kuat daripada kompetisi antar jenis (inter – specific). Agustina (1980) yang meneliti pada tanaman yang sama mendapatkan bahwa, apabila tanaman jagung ditanam dengan jarak 120 cm antar baris, maka tanaman kacang jogo yang ditumpangsarikan masih dapat menerima radiasi matahari 80% sampai 97% pada umur 65 hari setelah tanam.
            Pola tanam tumpangsari disimpulkan sangat bermanfaat bagi petani skala kecil karena mengalami kesulitan penyediaan pupuk nitrogen (Kang et al, 1981; Ahmed dan Rao, 1982). Pola tanam tumpangsari antara tanaman lamtoro dan jagung juga telah banyak dilaporkan, terutama dimaksudkan untuk memperoleh pupuk nitrogen – organik dari daun lamtoro (Mendoza et al, 1981; Kang et al, 1981; Palled et al, 1983).
            Mendoza et al (1981) melaporkan bahwa, pemotongan pertama hijauan lamtoro menghasilkan 59 sampai 74 kg N/ha, penggunaannya sebagai pupuk hijau dalam tumpangsari dengan jagung setara dengan 45 – 90 kg N / ha pupuk buatan. Kang et al (1981) mendapatkan bahwa, pemotongan hijauan lamtoro menghasilkan 180 – 250 kg N/ha/tahun, penggunaannya sebagai pupuk hijau dalam budidaya lorong mampu mempertahankan produksi biji jagung 3.8 ton/ha. Rosa et al (1980) mendapatkan bahwa, tanaman lamtoro yang ditanam diantara baris tanaman jagung dengan jarak tanam 100 cm dengan kepadatan tanaman lamtoro 10, 15, dan 20 cm jarak tanam dalam baris, dari pemotongan hijauan diperoleh berturut – turut 102, 115, dan 126 kg N / ha. Penggunaannya sebagai pupuk hijau diperoleh dari tiga kali pemotongan, hasil yang diperoleh dari biji jagung adalah 70, 73, dan 71 g per individu tanaman. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan tanpa pemupukan yang hanya diperoleh biji jagung 49 g per individu tanaman. Hasil penelitian Sumarsono et al (1985) menunjukan produksi biji jagung tumpangsari lebih tinggi dibanding tunggal yang menerima pupuk N rendah (Tabel 1). Walaupun produksi jagung masih lebih tinggi dengan pemupukan N tinggi (Sumarsono, 1989), tetapi produksi hijauan pakan dari lamtoro dan jerami jagung diperoleh dalam tumpangsari jagung – lamtoro.

Pertanian Berwawasan Lingkungan


Pendekatan pertanian berwawasan lingkungan adalah pendekatan yang dimulai dengan pendekatan ekosistem.  Pertanian berwawasan lingkungan didekati dengan prinsip hutantani (agroforestry) atau pertanaman campuran dan perhatian khusu pada pasokan bahan organik sebagai indikator. Pendekatan ekosistem pertanian selanjutnya dikenal sebagai agroekosistem menekankan dua prinsip dasar akibat penerapan teknologi.
Agroekosistem berasal dari kata sistem, ekologi dan agro.  Sistem adalah suatu kesatuan himpunan komponen-komponen yang saling berkaitan dan pengaruh-mempengaruhi sehingga di antaranya terjadi proses yang serasi.  Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik antara organisme dengan lingkungannya. Sedangkan ekosistem adalah  sistem yang terdiri dari komponen biotic dan abiotik yang terlibat dalam proses bersama (aliran energi dan siklus nutrisi). Pengertian Agro = Pertanian dapat berarti sebagai  kegiatan produksi/industri biologis yang dikelola manusia dengan obyek tanaman dan ternak.  Pengertian lain dapat meninjau sebagai lingkungan buatan untuk kegiatan budidaya tanaman dan ternak. Pertanian dapat juga dipandang sebagai pemanenan energi matahari secara langsung atau tidak langsung melalui pertumbuhan tanaman dan ternak (Saragih, 2000). Agroekosistem dapat dipandang sebagai sistem ekologi pada lingkungan pertanian.
  Pendekatan agroekosistem berusaha menanggulangi kerusakan lingkungan akibat penerapan sistem pertanian yang tidak tepat dan pemecahan masalah pertanian spesifik akibat penggunaan masukan teknologi (Sutanto, 2002).  Masalah lingkungan serius di pedesaan dan pertanian adalah kerusakan hutan, meluasnya padang alang-alang, degradasi lahan dan menurunnya lahan kritis, desertifikasi, serta menurunnya keanekaragaman. Masalah lingkungan ini sebagai akibat adanya lapar lahan seiring meningkatnya populasi penduduk, komersialisasi pertanian, masukan teknologi pertanian dan permintaan konsumsi masyarakat.
Tujuan pertanian berwawasan lingkungan  adalah mengembangkan sistem pertanian yang spesifik lokasi dengan mempertimbangkan kondisi agroekosistem (Widjajanto dan Sumarsono, 2005).  Melalui sistem ini diharapkan terjadi pengembangan sistem pertanian yang sesuai dengan kondisi lingkungan. Sistem pertanian spesifik lokasi bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanah sesuai kondisi agroekosistem dilandasi masukan teknologi rendah, dan sekaligus memperbaiki keseimbangan ekosistem karena memadukan aspek agronomi dan ekologi.
Komponen Agroekosistem adalah : Petani., Lahan – tanaman, .Ternak.  dan Manajemen/teknologi.  Pendekatan agroekosistem dalam peternakan adalah pengembangan peternakan dalam keterpaduan wilayah pertanian spesifik.  Dengan demikian pendekatan agroekosistem dalam pengelolaan sumberdaya pakan adalah pengelolaan potensi dan pemanfaatannya dalam keterpaduan wilayah pertanian dan pengembangan peternakan. Kepentingan pendekatan agroekosistem adalah : 1) Keterpaduan komponen AES untuk kepentingan ekonomis,  2) Keterpaduan komoditas untuk proses produksi  hulu ke hilir 3) Keterpaduan wilayah untuk kelestarian lingkungan hidup / sumberdaya alam.

Permasalahan Ekonomi Makro


            Secara umum terdapat empat permasalahan ekonomi makro, yaitu: (1) tingkat harga agregat (inflasi); (2) produk domestik bruto (PDB); (3) penyerapan tenaga kerja (employment); dan (4) neraca pembayaran atau balance of payment (BOP). Keempat permasalahan ekonomi makro tersebut dapat dipengaruhi oleh pemerintah melalui kebijakan fiskal dan moneter, yang umumnya dilaksanakan oleh dua institusi yang berbeda, yaitu, institusi fiskal (Departemen Keuangan) dan institusi moneter (Bank Indonesia). Dengan demikian koordinasi antara dua institusi ini sangat diperlukan untuk mencapai target-target ekonomi makro yang sudah ditetapkan. Di Indonesia, dan juga di banyak negara lain, koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter selalu menjadi masalah. Sumber-sumber dari permasalahan tersebut, antara lain
(1)     Ketidakjelasan penugasan dalam peraturan perundang-undangan yang   berlaku kepada Departemen Keuangan dan Bank Sentral ;
(2)     Kedudukan Bank Sentral dalam pemerintahan, yaitu sejauh mana Bank Sentral mempunyai kedudukan yang independen dari pemerintah;
(3)     Persepsi dari pimpinan tertinggi Bank Sentral dan Departemen Keuangan mengenai koordinasi yang harus dilakukan;
(4) Instrumen yang dipakai oleh Bank Sentral dalam operasi pasar;
(5)     Tingkat kemajuan pasar modal.
            Oleh karena itu mungkin tidak atau sulit sekali memperoleh suatu bentuk koordinasi yang universal, yang dapat diterapkan di semua negara. Khususnya di negara-negara berkembang, di mana struktur keuangan dan finansial masih berkembang, diperlukan koordinasi yang berbeda-beda sesuai dengan perkembangan yang ada.

Koordinasi Antara Kebijakan Fiskal Dan Kebijakan Moneter


            Perlunya koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter adalah untuk menetapkan dan mencapai target-target moneter dan defisit APBN secara konsisten dalam rangka mencapai pembangunan ekonomi yang cukup tinggi dan stabil. Disamping itu koordinasi yang baik juga diperlukan untuk mendorong perkembangan pasar finansial, serta mendukung pelaksanaan kebijakan moneter dan fiskal melalui pertukaran informasi. Bentuk koordinasi antara kebijakan fiskal (Departemen Keuangan) dan kebijakan moneter (Bank Indonesia) sangat tergantung kepada :
(1)     Apakah bank sentral mempunyai otonomi penuh dan mempunyai objectives dan instruments yang terpisah, dan
(2)     Apakah pasar modal dan pasar uang sudah berada pada tingkat yang cukup maju.
            Pada saat ini Indonesia masih dalam tahap awal dan menuju ke tahap peralihan ke arah ekonomi yang maju. Hal ini ditandai oleh :
(1) Obligasi negara baru saja diperkenalkan, yaitu dengan adanya program rekapitalisasi sektor perbankan sehubungan dengan terjadinya krisis ekonomi;
(2)     Pasar sekunder bagi obligasi negara baru saja terbentuk dan masih dalam tahap awal;
(3)     Interbank loan masih lemah, akibat dari krisis ekonomi; dan
(4) Obligasi negara belum dipakai sebagai instrumen moneter oleh Bank Indonesia.
            Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, pemerintah tidak dimungkinkan lagi untuk meminjam uang dari Bank Indonesia untuk menutup defisit APBN, bahkan tidak dimungkinkan untuk meminjam uang untuk jangka pendek dalam hal pemerintah menghadapi masalah cash- flow. Dalam hal ini Bank Indonesia mempunyai kekuasaan penuh di dalam menetapkan/mengatur jumlah uang yang beredar dalam perekonomian, karena mempunyai objective yang terpisah (inflation targeting). Akan tetapi asumsi yang dipakai dalam hal ini adalah bahwa kurs mata uang adalah tetap (fixed exchange rate). Dalam hal floating exchange rate system, pelaksanaannya akan lebih rumit, oleh karena kebijakan fiskal akan mempengaruhi kurs rupiah, yang pada gilirannya akan mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu, walaupun Bank Indonesia mempunyai “kebebasan penuh” dalam mengatur jumlah uang yang beredar dalam perekonomian, koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter tetap diperlukan walaupun detail koordinasi tersebut akan berubah dari masa ke masa, tergantung kepada perkembangan ekonomi dan pasar uang atau pasar modal. 

Kebijakan Moneter


            Dalam kasus Indonesia, sampai saat ini Bank Indonesia belum memiliki obligasi negara yang dapat dipakai untuk OMO. Walaupun pemerintah Indonesia telah menerbitkan obligasi, yang dimulai pada masa krisis untuk rekapitalisasi bank-bank yang bermasalah, tetapi pasar sekunder bagi obligasi negara baru pada tahap awal dan volume transaksi jual beli di pasar sekunder tersebut masih sedikit.
         Selama ini Bank Indonesia masih mempergunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk melaksanakan OMOs. Disamping menimbulkan beban pada Bank Indonesia, karena BI harus membayar bunga SBI yang cukup tinggi, jangka waktu SBI juga sangat pendek, umumnya 1 (satu) bulan, sehingga instrumen ini sebenarnya kurang memadai untuk dipakai dalam OMOs.
         Pada dasarnya, kebijakan moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang “tepat” sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Umumnya pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas dalam perekonomian ini dilakukan oleh bank sentral, melalui berbagai instrumen , khususnya open market operations (OMOs). Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya bank sentral menjual atau membeli obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas dalam perekonomian dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan membeli sejumlah obligasi negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar bertambah.
         Dilain pihak bila bank sentral ingin mengurangi likuiditas dalam perekonomian, bank sentral akan menjual sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio bank sentral. Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara di bank sentral tersebut memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga obligasi. 

Kebijakan fiskal


            Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.
            Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara.
            Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.
            Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar hutang pemerintah (prepayment). Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable). Pada dasarnya defisit dalam APBN akan menimbulkan efek ekspansi dalam perekonomian . Dalam hal defisit APBN dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang impor, seperti halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi. Demikian juga jika, pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi. Adapun pembiayaan defisit dengan menggunakan sumber dari pinjaman luar negeri akan berpengaruh pada neraca pembayaran khususnya pada lalu lintas modal pemerintah . Semakin besar jumlah pinjaman luar negeri yang dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah cenderung positif. Adapun kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu lintas moneter. Nilai lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya cash inflow

Unsur - Unsur Kredit



Unsur - unsur kredit menurut Rivai (2007:438) antara lain:
1.   Terhadap kepercayaan pemberi kredit kepada peneima kredit yang didasarkan atas credit rating penerima kredit.
2.       Terdapat dua pihak yaitu, pemberi kredit (kreditur) dan penerima kredit    ( nasabah).
3.  Terdapat persetujuan, berupa kesepakatan pihak pemberi dengan pihak lain nya yang berjanji memebayar dari penerima kredit (kreditur) kepada pemberi kredit (nasabah).
4.        Terdapat penyerahan barang, jasa atau uang dari pemberi kredit kepada penerima kredit.
5.        Terdapat unsur waktu, unsur waktu merupakan essensial kredit.
6.   Terhadap unsur resiko balk dipihak pemberi kredit (kreditur) mauapun dipihak penerima kredit (nasabah).
7.        Terhadap unsur bunga sebagai kompensasi (prestasi)kepada pemberi kredit.

Tujuan Dan Fungsi Kredit



Pemberian fasilitas kredit memilki beberapa tujuan yang tentunya tidak terlepas dari misi perusahaan tersebut didirikan, menurut Kashmir (2008 : 105 ) tujuan pemberian kredit anatara lain:
l. Mencari keuntungan
Tujuan utama pemberian kredit adalah untuk memperoleh keuntungan, hasil keuntungan diperoleh dalam bentuk bunga yang diterima Bank sebagai balas jasa.
2. Membantu usaha nasabah
Tujuan selanjutnya adalah membentu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal kerja, dengan dana tersebut maka pihak nasabah akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.
3. Membantu pemerintah
Tujuan lain nya adalah membantu pemerintah dalam berbagai bidang, bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan, maka semakin baik mengingat semakin banyak kredit adanya kucuran dana dalam rangka peningkatan pembangunan diberbagai sektor terutama sektor rill.
Disamping memiliki tujuan, pemberian fasilitas kredit juga memiliki fungsi antara lain:
1. Untuk meningkatkan daya guna uang
Adanya kredit dapat meningkat kan daya guna. uang maksud nya j ika uang hanya disimpan tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna, dengan diberikann kredit, uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang dan jasa oleh penerima kredit.


2. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lain nya sehingga, suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit maka  daerah tersebut akan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lain nya.
3. Meningkatkan daya guna barang
Kredit yang diberikan dapat digunakan oleh nasabah untuk mengolah barang yang semula tidak betguna menjadi bexgkma atau betmanfaat.
4. Meningkatkan peredaran barang
Adanya kredit dapat menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lain nya, sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lain nya bertambah ataukredit dapat meningkatkan jumlah barang yang beredar.
5. Sebagai alat stabilitas ekonomi
Memberikan kredit dapat dikatakan sebagai alat stabilitas ekonomi karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat, kredit dapat memebantu mengekspor barang dari dalam negeri keluar negeri sehingga dapat meningkat kan devisa Negara.
6. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha
Bagi penerima kredit akan meningkat kan kegairahan berusaha, terkhusus bagi nasabah yang memeilki modal pas - pasan dengan memeperoleh kredit dapat memperbesar dan memperluas usahanya.

7. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan
Semakin banyak kredit yang dislaurkan, maka akan semakin baik terutama dalam meningkatkan pendapatan.
8. Untuk meningktakan hubungan internasional
Dalam hal pinjaman internasional, pemberian kredit oleh Negara lain akan meningkatkan kerjasama lain nya, sehingga tercipta perdamaian dunia.

Perkembangan Usaha Kecil



Memperkokoh kepribadian wirausaha untuk mendorong pengembangan usaha, pengembangan usaha bertujuan membangun motivasi, kepercayaan diri dan kemampuan para. pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya, usaha kecil dalam skla luas, tumbuh berkembang dan memiliki sumbangan besar dalam upaya membangun kemakmuran rakyat melalui efek berantai usahanya (mp3oke,2011) anatar lain :
  1. Jumlah produksi barang dan jasa yang meningkat, merangsang persaingan dan efisiensi ekonomi serta memelihara keseimbangan permintaan dan penawaran pada tingkat harga yang stabil, efisien dan saling menguntungkan.
  2. Usaha yang berkembang meningkat kan jumlah produksi barang dan jasa.
  3. Usaha berkembang memperlancar distribusi barang dan jasa
  4. Usaha yang berkembang meningkatkan pendapatan pelaku usaha dan para karyawan nya.
  5. Usaha yang berkembang menciptakan lapangan pekerjaan.
  6. Usaha yang berkembang merangsang tumbhnya peluang usaha disis hulu, maupun hilir.
  7. Lapangan pekerjaan yang luas meningkat kan pendapatan masyarakat, (PDRB dan PDB).
  8. Lapangan pekerjaan meningkat kan daya beli masyarakat.
  9. Daya beli masyarakat yang kuat memperbesar permintaab atas barang, jasa dan akhirnya.
  10. Permintaan yang besar merangsang peningkatan produksi barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat dengan daya beli yang semakin kuat.

Sedangkan menurut Bovay (2011) kunci kinerja bisnis untuk manajemen usaha kecil adalah untuk mengetahui seberapa baik bisnis kecil, sebagian besar perusahaan menggunakan anggaran bulanan, pendapatan dari penjualan, beberapa perusahaan membandingkan pengembalian bulanan pada rencana dan tahun sebelum nya, semua perusahaan harus terus menggunakan informasi tersebut untuk mengelola bisnis mereka.

Strategi Pengembangan Usaha Kecil



Menurut Suryana (2003:87), strategi yang tepat dalam mengembangkan sektor usaha kecil adalah meliputi aspek - aspek antara-lain :
  1. Peningkatan akses kepada asset produktif terutama modal, teknologi manajemen, pemasaran dan segi - segi penting lainnya.
  2. Peningkatan akses pada pasar yang meliputi : suatu spectrum kegiatan yang luas mulai dari pencadangan usaha sampai pada informasi pasar, bantuan produk dan prasarana serta sarana pemasaran, khususnya bagi usaha kecil dipedesaan, prasarana ekonomi yang dasar dan akan sangat membantu adalah perhubungan.
  3. Kewirausahaan, dalam hal ini pelatihan -pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berusaha sangatlah penting, namun bersamaan dengan atau dalam pelatihan tersebut maka sangat penting ditanamkan semangat berwirausaha, hal ini harus diperluas dan dimulai sejak dini dalam sistem pendidikan kita dalam rangka membangun bangsa Indonesia yang mandiri yakni, bangsa niaga yang maju dan bangsa industry yang tangguh.
  4. Kelembagaan, kelembagaan ekonomi dalam arti luas adalah pasar, maka memperkuat paar adalah penting, tetapi harus disertai pengendalian agar bekerjanya pasar tidak melenceng dan mengakibatkan melebarnya kesenjangan, untuk itu diperlukan intervensi - intervensi yang tepat yang tidak bertentangan dengan kaidah - kaidah mendasar dalam ekonomi bebas tetapi tetap menjamin tercapainya pemerataan sosial ( social equity).
  5. Kemitraan, kemitraan usaha merupakan jalur penting dan straregis bagi perkembangan ekonomi rakyat, kemitraan telah terbukti berhasil diterapkan dinegara -negara. lain seperti : Jepang, Hongkong, Singapura dan Korea Selatan, dengan pola backward linkages akan terkait erat antara usaha besar dengan menengah dan kecil serta usaha asing (PMA) dengan usaha kecil lokal.