Kriteria Penulisan Pertanyaan

Menurut Kerlinger (terjemahan Simatupang, 1990: 776 – 778) berdasarkan pengalaman dalam penelitian telah dikembangkan kriteria atau tata aturan penulisan pertanyaan. Terdapat 7 (tujuh) hal yang harus diperhatikan dalam menyusun pertanyaan, sebagai berikut: 
  1. Apakah pertanyaan ini berkaitan dengan masalah penelitian dan sasaran-sasaran penelitian ? Kecuali pertanyaan-pertanyaan untuk memperoleh informasi faktual dan sosiologis, semua pertanyaan dalam pedoman wawancara harus mempunyai fungsi tertentu dalam masalah penelitiannya. Ini berarti bahwa kegunaan setiap pertanyaan adalah untuk memancing informasi yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis/pertanyaan penelitian. 
  2. Tepatkan tipe pertanyaan ini ? Ada informasi tertentu yang dapat diperoleh dengan sebik-baiknya bila menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka –alasan perilaku, itikad/niat, dan sikap. Sebaiknya informasi lain tertentu dapat diperoleh dengan lebih cepat dan efisien bila kita menggunakan pertanyaan tertutup. Jika yang diminta responden hanyalah menyatakan pilihan yang lebih disukai di antara dua alternatif atau lebih, sedangkan alternatif-alternatif itu dapat diungkapkan secara jernih, sungguh tidak efisien bila kita menggunakan pertanyaan terbuka. 
  3. Apakah butir pertanyaan itu jelas dan tidak mengundang tafsir majemuk ? Suatu pertanyaan yang tidak ambigu adalah yang tidak memungkinkan atau mengundang tafsir yang berlainan serta jawaban yang berbeda-beda sebagai hasil dari tafsir majemuk itu. Pertanyaan yang bersifat ambigu apabila pertanyaan itu menyodorkan 2 (dua) kerangka acuan atau lebih. Contoh: “Bagaimana perasaan anda mengenai pengembangan suatu sistem transit kilat antara pusat kota dengan daerah pemukiman perkotaan, dan pengembangan kembali wilayah pemukiman di pusat kota ?” Andaikan responden tidak mengalami kesulitan oleh kerumitan dan alternatif-alternatif yang diajukan oleh pertanyaan itu, dia tidak akan dapat menjawab dengan menggunakan satu kerangka pikir dan pemahaman yang sama mengenai apa yang diinginkan oleh penanya. Ambiguitas dapat pula muncul dalam pertanyaan-pertanyaan yang jauh lebih sederhana, misalnya: “Bagaimana kehidupan anda bersama keluarga anda tahun ini ?” Ini dapat membingungkan responden untuk menjawab karena tidak jelas hal apa yang ingin diketahui oleh peneliti, apakah hal keuangan, kebahagiaan, perkawinan, kesehatan, status atau apa? 
  4. Apakah pertanyaan itu menggiring responden untuk memberikan alternatif jawaban tertentu? Pertanyaan semacam ini tidak menjamin adanya validitas (untuk penelitian kualitatif disebut kredibilitas). Misalnya anda membuat pertanyaan: “Apakah anda telah membaca tulisan-tulisan tentang situasi pendidikan di daerah ini ?” Anda mungkin akan mendapatkan jawaban “Ya” oleh sebagian besar dari responden, bila ditujukan kepada sekelompok responden. Mengapa ? Karena pertanyaan ini mencerminkan tidak baik apabila orang tidak membaca artikel mengenai situasi pendidikan di daerah itu. 
  5. Apakah pertanyaan ini menuntut pengetahuan dan informasi yang tidak dimiliki oleh reponden ? Untuk menjaga agar tidak ada jawaban yang tidak valid karena kurangnya informasi, akan bijaksana apabila kita menggunakan pertanyaan-pertanyaan saringan. Sebelum responden ditanya pendapatnya tentang UNESCO, seyogya ditanya lebih dahulu apakah dia mengetahui apa UNESCO itu dan apa artinya. Terdapat kemungkinan pendekatan lain. Seyogyanya diberikan penjelasan singkat terlebih dulu tentang UNESCO, baru kemudian responden diminta pendapatnya tentang UNESCO. 
  6. Apakah pertanyaan ini menuntut ihwal yang bersifat pribadi dan peka sehingga responden mungkin menolak menjawabnya ? Diperlukan teknik-teknik khusus untuk memperoleh informasi yang bersifat pribadi, peka, atau kontroversial. Pertanyaan tentang penghasilan misalnya dan hal-hal lain yang bersifat pribadi hendaknya diletakkan di bagian belakang dalam wawancara, yaitu setelah tercapai kedekatan dan keakraban/hubungan yang baik (rapport) antara pewawancara dengan responden. Apabila menanyakan sesuatu yang secara sosial tidak disetujui, hendaknya anda tunjukkan bahwa sebagian orang berpandangan tertentu, sementara orang-orang lain berpandangan yang sebaliknya. Janganlah sampai membuat responden menyangkal atau menolak dirinya sendiri. 
  7. Apakah pertanyaan ini menyiratkan hal-hal yang dianggap baik atau buruk oleh masyarakat ? Orang cenderung untuk memberikan jawaban yang sesuai dengan yang dipandang baik oleh umum, jawaban-jawaban yang menunjukkan atau mencerminkan kesetujuan pada tindakan-tindakan atau hal-hal yang umumnya dinilai baik. Misalnya menanyakan kepada seseorang mengenai perasaannya terhadap kanak-kanak. Setiap orang diharap mengasihi anak-anak. Jika kita tidak hati-hati, kita akan mendapatkan jawaban stereotip atau klise mengenai anak-anak dan kasih sayang. Juga, jika kita menanyakan apakah seseorang menggunakan hak pilihnya, kita harus hati-hati karena setiap orang diharapkan menggunakan hak pilihnya. Begitu pula jika kita menanyakan kepadaorang tentang reaksinya terhadap kelompok minoritas, kita menghadapi resiko mendapatkan jawaban yang tidak valid (kredibel). Kebanyakan orang yang berpendidikan, entah bagaimana sikap mereka yang sesungguhnya, menyadari bahwa prasangka terhadap minoritas merupakan sesuatu yang tidak dibenarkan. Demikianlah maka pertanyaan yang baik adalah yang tidak mengarahkan responden untuk mengungkapkan sentimen-sentimen yang dipandang baik secara sosial belaka. Sementara itu kitapun hendaknya tidak mengajukan pertanyaan tertentu sehingga responden terpojok untuk memberikan jawaban yang secara sosial dipandang tidak baik. 
Pengarahan atau instruksi yang perlu diperhatikan oleh pewawancara (interviewers) meliputi pedoman-pedoman sebagai berikut: 
  • Tidak pernah “terjebak” dalam penjelasan yang panjang dari studi itu; gunakan penjelasan standar yang diberikan pengawas. (“Never get involved in long explanations of the study; use standard explanation provided by supervisor”). 
  • Tidak pernah menyimpang dari pengantar studi, urutan pertanyaan atau rumusan pertanyaan. (“Never deviate from the study introduction, sequence of questions, or question wording”). 
  • Tidak pernah membiarkan individu lain melakukan interupsi wawancara, jangan membiarkan individu lain menjawab untuk responden, atau memberikan saran, atau pandangannya pada pertanyaan itu. (“Never let another person interupt the interview; do not let another person answer for the respondent or offer his or her opinions on the questions”). 
  • Tidak pernah menyarankan suatu jawaban atau setuju atau tidak setuju dengan suatu jawaban. Jangan memberikan kepada responden suatu ide dari pandangan pribadi anda pada topik dari pertanyaan atau survey. (“Never suggest an answer or agree or disagree with an answer. Do not give the repondent any idea of your personal views on the topic of questions or survey”). 
  • Tidak pernah menafsirkan arti suatu pertanyaan, cukup hanya mengulangi pertanyaan dan memberikan instruksi atau klarifikasi seperti yang diberikan dalam latihan atau oleh pengawas. (“Never interpret the meaning of a question; just repeat the questions and give instructions or clarifications that are provided in training or by supervisors”). 
  • Tidak pernah memperbaiki, seperti menambahkan kategori-kategori jawaban, atau membuat perubahan susunan kata-kata. (“Never improvise, such as by adding answer categories, or make wording changes”) (Denzin & Lincoln, 1994: 364). 

No comments:

Post a Comment