Pengertian Studi Kasus

Studi Kasus 

Setelah uraian mengenai apa itu penelitian kualitatif dan apa saja ciri-cirinya, selanjutnya akan dibahas dua jenis penelitian kualitatif yaitu studi Kasus dan grounded theory. 

a. Pengertian Studi Kasus 

Menurut Stake (dalam Denzin & Lincoln, 1994:236), studi kasus tidak selalu menggunakan pendekatan kualitatif, ada beberapa studi kasus yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Stake, dalam membahas studi kasus, akan menekankan pendekatan kualitatif, bersifat naturalistik, berbasis pada budaya dan minat fenomenologi. Studi kasus bukan merupakan pilihan metodologi, tetapi pilihan masalah yang bersifat khusus untuk dipelajari. Terdapat contoh masalah yang dapat bersifat kuantitatif, misalnya; anak yang sakit, dokter mempelajari anak yang sakit dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif, walaupun catatan dokter lebih bersifat kuantitatif ketimbang kualitatif. Contoh lain studi tentang anak yang diabaikan (neglected child) dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif, walaupun catatan pekerja sosial lebih bersifat kualitatif ketimbang kuantitatif. Sebagai suatu bentuk penelitian, pemilihan studi kasus lebih ditentukan oleh ketertarikan pada kasus-kasus yang bersifat individual, bukan oleh pemilihan penggunaan metode penelitian. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan Stake sebagai berikut: “Some case studies are qualitative studies, some are not. In this chapter I will concentrate on case studies where qualitative inquiry dominates, with strong naturalistic, holistic, cultural, phenomenological interests. 

Case study is not a methodological choice, but a choice of object to be studied. We could study it in many ways. The physician studies the child because the child is ill. The child’s symptoms are both qualitative and quantitative. The physician’s record is more quantitative than qualitative. The social worker studies the child because the child is neglected. The symptoms of neglect are both qualitative and quantitative. The formal record the social worker keeps in more qualitative than quantitative. In many professional and practical fields, cases are studied and recorded. As a form of research, case study is defined by interest in individual cases, not by methods of inquiry used.” 

Selanjutnya, Stake menjelaskan bahwa nama studi kasus ditekankan oleh beberapa peneliti karena memfokuskan tentang apa yang dapat dipelajari secara khusus pada kasus tunggal. Penekanan studi kasus adalah memaksimalkan pemahaman tentang kasus yang dipelajari dan bukan untuk mendapatkan generalisasi. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan Stake sebagai berikut: “The name case study is emphasized by some of us because it draws attention to the question of what specifically can be learned from the single case. That epistemological question is the driving question of this chapter: What can be learned from the single case? I will emphasize designing the study to optimize understanding of the case rather than generalization beyond.” 

Lebih lanjut, Stake menjelaskan tentang identifikasi kasus bahwa kasus dapat bersifat sederhana tetapi dapat juga bersifat kompleks. Kasus dapat bersifat tunggal misalnya hanya terkait dengan seorang anak, atau banyak misalnya satu kelas, atau bersifat kompleks misalnya kaum profesional yang mempelajari anak dalam masa kanak-kanak. Waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari dapat pendek atau panjang, tergantung waktu untuk berkonsentrasi. Setelah menentukan mempelajari suatu kasus, peneliti seyogyanya terlibat secara mendalam pada kasus tersebut. Hal ini dpat dibaca penjelasan Stake sebagai berikut: “A case may be simple or complex. It may be a child or a classroom of children or a mobilization of professionals to study a childhood condition. It is one among others. In any given study, we will concentrating our inquiry on the one may be long or short, but while we so consentrate, we are engaged in case study.” 

Selanjutnya, Stake menjelaskan bahwa apabila ingin mempelajari suatu kasus, tidak mungkin memahami secara mendalam tanpa mengetahui tentang kasus-kasus lain. Tetapi apabila sumber daya terbatas, maka lebih baik hanya berkonsentrasi memahami kompleksitas satu kasus saja tanpa harus melakukan perbandingan antar kasus-kasus tersebut. Apabila mempelajari lebih dari satu kasus, maka sebaiknya penelitian berkonsentrasi pada kasus tunggal. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan Stake sebagai berikut: “Ultimately we may be more interested in phenomenon or population of cases than in the individual case. We cannot understand this case without knowing about other cases. But while we are studying it, our meager resources are concentrated on trying to understand its complexities. For the while, we probably will not study comparison cases. We may simultaneously carry on more one case study, but each case study is concentrated inquiry into a single case.” 

Stake mengidentifikasikan adanya 3 (tiga) tipe studi kasus. Yang pertama disebut studi kasus intrinsik, yaitu studi untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari kasus yang khusus, hal ini disebabkan karena seluruh kekhususan dan keluarbiasaan kasus itu sendiri menarik perhatian. Tujuan studi kasus intrinsik bukan untuk memahami suatu konstruksi abstrak atau konstruksi fenomena umum seperti kemampuan membaca (literacy), penggunaan obat-obatan oleh remaja atau apa yang harus dilakukan oleh kepala sekolah. Tujuannya bukan untuk membangun teori, meskipun pada waktu lain peneliti mungkin mengerjakan hal tersebut. Studi dilakukan karena ada minat intrinsik di dalamnya, sebagai contoh anak luar biasa, klinik, konferensi atau kurikulum. 

Apa yang dikemukakan ini dibandingkan dengan penjelasan Stake sebagai berikut: “Different researchers have different purposes for studying cases. To keep such differences in mind, I find it useful to identify three types of study. In what we may call intrinsic case study, study is undertaken because one wants better understanding of its particular case. It is not undertaken primarily because the case represents other cases or illustrates a particular trait or problem, but because, in all its particularity and ordinariness, this case itself is of interest. The researcher temporarily subordinates other curiosities so that case may reveal its story. The purpose is not to come to understand some abstract constructs or generic phenomenon, such as literacy or teenage drug use or what a school principal does. The purpose is not theory building – though at other times the researcher may do just that. Study is undertaken because of intrinsic interest in, for example, this particular child, clinic conference or curriculum.” 

Studi kasus yang kedua disebut studi kasus instrumental (instrumental case study), adalah kasus khusus yang diuji untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang suatu masalah (issue) atau untuk memperbaiki teori yang telah ada. Walaupun studi kasus ini kurang diminati, ia memainkan peran yang mendukung, memfasilitasi pemahaman terhadap sesuatu yang lain (minat eksternal). Kasusnya dilihat secara mendalam, dan konteksnya diteliti secara cermat, aktivitas-aktivitas untuk mendalami kasus tersebut dilakukan secara rinci, karena kasus ini membantu pemahaman tentang ketertarikan dari luar (minat eksternal). Dasar pemilihan mendalami kasus ini dikarenakan kasus ini diharapkan dapat memperluas pemahaman peneliti tentang minat lainnya. Hal ini disebabkan karena para peneliti bersama-sama mempunyai beberapa minat yang selalu berubah-ubah yang tidak membedakan studi kasus intrinsik dari studi kasus instrumental dan bertujuan memadukan keterpisahan di antara keduanya. Hal ini dapat dibaca dalam penjelasan Stake sebagai berikut: “In what we may call instrumental case study, a particular case is examined to provide insight into an issue or refinement of theory. The case of secondary interest; it plays a supportive role, facilitating our understanding of something else. The case is often looked at in depth, its contexts scrutinized, its ordinary activities detailed, but because this helps us pursue the external interest. The case may be seen as typical of other cases or not. (I will discuss the small importance of typicality later.) The choice of case is made because it is expected to advance our understanding of that other interest. Because we simultaneously have several interests, often changing, there is no line distinguishing intrinsic case study from instrumental; rather, a zone of combined purpose separates them.” 

Studi kasus ketiga adalah studi kasus kolektif (collective case study), yaitu penelitian terhadap gabungan kasus-kasus dengan maksud meneliti fenomena, populasi, atau kondisi umum. Ini bukan merupakan kumpulan studi instrumental yang diperluas pada beberapa kasus. Studi kasus kolektif memerlukan kasus-kasus individual dalam kumpulan kasus-kasus diketahui lebih dahulu untuk mendapatkan karakteristik umum. Kasus-kasus individual dalam kumpulan kasus-kasus tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama atau berbeda, masing-masing mempunyai kelebihan dan bervariasi. 

Kasus-kasus tersebut dipilih karena dipercaya bila memahami kasus-kasus tersebut akan menghasilkan pemahaman yang lebih baik, penyusunan teori yang lebih baik tentang kumpulan kasus-kasus yang lebih luas. Hal ini dapat dibaca pada penjelasan Stake sebagai berikut: “With even less interest in one particular case, researchers may study a number of cases jointly in order to inquire into the phenomenon, population, or general condition. We might call this collective case study. It is not the study of collective but instrumental study extended to several cases. Individual cases in the collection may or may not be known in advance to manifest the common characteristic. They may be similar or dissimilar, redundancy and variety each having voice. They are chosen because it is believed that understanding them will lead to better understanding, perhaps better theoritizing, about a still larger collection of cases.” 

Selanjutnya mengenai studi kekhususan, Stake menjelaskan bahwa peneliti kasus mencari tahu tentang apa yang bersifat umum dan apa yang bersifat khusus dari kasus tersebut, tetapi hasil akhir dari kasus tersebut biasanya menampilkan sesuatu yang unik. Keunikan tersebut mungkin meresap dan meluas kepada: 

– Hakikat suatu kasus 

– Latar belakang sejarah kasus tersebut 

– Latar (setting) fisik 

– Konteks-konteks lainnya, termasuk ekonomi, politik, hukum, dan estetika 

– Kasus lainnya bilamana kasus tersebut berkaitan dengan kasus yang dipelajari 

– Informan-informan dipilih dari orang-orang yang mengetahui kasus ini 

Untuk mempelajari kekhususan suatu kasus, keseluruhan data tersebut harus dikumpulkan. 

Keunikan, kekhususan dan perbedaan tidak disukai secara meluas. Studi kasus dirugikan oleh orang-orang yang kurang menghargai kekhususan. Banyak ahli ilmu pengetahuan sosial telah menulis tentang studi kasus, seolah-olah studi kasus khusus tidak sepenting studi kasus lainnya yang diarahkan guna menghasilkan generalisasi. Studi kasus dianggap merupakan tipifikasi dari kasus-kasus lainnya sebagai eksplorasi yang mengawali studi-studi yang dapat menghasilkan generalisasi, atau hanya merupakan suatu langkah awal dalam membangun teori. Jadi studi kasus kurang dihargai sebagai studi intrinsik yang bernilai kekhususan seperti biografi, studi mandiri kelembagaan, program evaluasi, praktek terapi dan banyak macam pekerjaan. Hal ini dapat dibaca dalam penjelasan Stake sebagai berikut: “Case researchers seek out both what is common and what is particular about the case, but the end result regularly presents something unique (Stouffer, 1941). Uniqueness is likely to be pervasive, extending to 

– The nature of the case 

– Its historical background 

– The physical setting 

– Other contexts, including economic, political, legal and aesthetic 

– Other cases trough which this case is recognized 

– Those informants through whom the case can be known 

To study the case, many researchers will gather data on all the above. 

Uniqueness, particulary, diversity is not universally loved. Case study methodology has suffered somewhat because it has sometimes been presented by people who have a lesser regard for study of the particular (Denzin, 1981; Glaser & Strauss, 1967; Herriott & Firestone, 1983; Yin, 1984). Many social scientists have written about case study as if intrinsic study of a particular case is not as important as studies to obtain generalizations pertaining to a population of cases. They have emphasized case study as typification of other cases, as exploration leading to generalization producing studies, or as an occasional early step in theory building. Thus, by these respected authorities, case study method has been little honored as in the intrinsic study of a valued particular, as its generally in biography, institutional self study, program evaluation, therapeutic practice, and many lines of work….” 

Dari pandangan-pandangan Stake (dalam Denzin & Lincoln, 1994:236-238) tersebut dapat disimpulkan tentang studi kasus dan ciri-cirinya sebagai berikut: Studi kasus adalah suatu bentuk penelitian (inquiry) atau studi tentang suatu masalah yang memiliki sifat kekhususan (particularity), dapat dilakukan baik dengan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif, dengan sasaran perorangan (individual) maupun kelompok, bahkan masyarakat luas. Dalam buku yang penulis susun ini lebih ditekankan pendekatan kualitatif.

No comments:

Post a Comment