Seluk-Beluk Transaksi Margin

Perusahaan sekuritas punya solusi untuk para investor bermodal cekak. Mereka menyediakan fasilitas margin atau pinjaman duit ke nasabahnya untuk bertransaksi saham. 

Dengan fasilitas ini, investor bisa bertransaksi dengan nilai yang lebih besar dari depositnya. Tapi, itu bukan pinjaman cuma-cuma. Sebab, fasilitas margin ini memungut bunga yang cukup tinggi, lebih tinggi dari bunga bank. 

Penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang terus- menerus terjadi belakangan ini memang sangat menggoda. Sayangnya, tidak semua orang bisa bertransaksi langsung di saham mengingat dana yang dibutuhkan tidak sedikit. 

Saat pertama mendaftar sebagai nasabah perusahaan sekuritas saja, deposit yang mesti ditaruh investor bisa sekitar Rp 10 juta-Rp 50 juta. Tapi, dana segitu sebenarnya termasuk pas-pasan. Jika keuntungannya ingin lebih maksimal, investor harus menyediakan lebih besar. 

Tapi, jangan khawatir. Bila ingin memiliki dana transaksi lebih besar dari deposit, investor bisa meminjam uang kepada perusahaan sekuritas. Fasilitas itu disebut margin. 

Hanya, tidak semua perusahaan sekuritas bisa memberikan fasilitas itu. Sesuai peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), sekuritas yang bisa memberikan fasilitas margin adalah mereka yang memiliki saldo modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) Rp 5 miliar. Saat ini, ada 53 sekuritas yang memenuhi syarat ini. 

Kemampuan modal sekuritas memang merupakan faktor penting. Pasalnya, mereka memberikan pinjaman yang tidak sedikit. Bapepam-LK mengatur rasio pinjaman sebesar 1:1. Ini artinya, investor yang memiliki deposit Rp 50 juta bisa mendapat pinjaman sampai Rp 50 juta juga. Dus, investor itu bisa bertransaksi saham hingga Rp 100 juta. 

Tapi, itu bukan pinjaman cuma-cuma. Sekuritas bisa memasang bunga di atas bunga bank. Berdasarkan penelusuran KONTAN, saat ini, sekuritas memasang bunga margin itu sekitar 17%-18% per tahun. Malah, ada yang bunganya mencapai 25% per tahun. ? 

Bunga yang selangit terbukti tidak menyurutkan minat investor untuk melakukan transaksi dengan fasilitas margin. Bahkan, seiring tokcernya bursa saham saat ini, banyak perusahaan sekuritas yang mengaku kebanjiran permintaan margin dari nasabahnya. Tapi, menurut aturan Bapepam-LK, hanya nasabah dengan kekayaan bersih Rp 1 miliar dan pendapatan tahunan Rp 200 juta yang bisa menikmati fasilitas ini. 

Fasilitas margin memang terlihat menggiurkan. Sebab, dengan pinjaman dari sekuritasnya, nasabah bisa bertransaksi saham dalam nilai yang lebih besar berlipat-lipat dari deposit miliknya. Keuntungannya, bila bisa memilih saham yang tepat, keuntungannya pun menjadi lebih besar. 

Tapi, bila harga saham bidikan hancur, alih-alih untung, investor malah buntung. Taruh kata, investor A memiliki deposit Rp 10 juta. Dengan rasio margin 1:1, ia bisa mendapat utang sebesar Rp 10 juta. Jadi, ia bisa bertransaksi saham hingga Rp 20 juta. Ini membuat ia bisa beli 200 saham yang harganya Rp 100.000 per saham. Jika dengan modal Rp 10 juta, ia hanya bisa membeli 100 saham.
Setahun berselang, harga saham itu ternyata naik 25%. Berarti nilai investasi itu sekarang sudah menjadi Rp 25 juta. Setelah menjual sahamnya, A tinggal mengembalikan uang broker Rp 10 juta ditambah bunga plus biaya transaksi. Bila bunga margin itu 20%, A masih mengantungi Rp 13 juta. 

Hasilnya, deposit A Rp 10 juta utuh, plus dapat untung lebih kurang Rp 3 juta. Sementara, jika ia hanya membeli saham itu senilai Rp 10 juta, keuntungan A hanya Rp 2,5 juta. Tapi, ingat, jika harga sahamnya turun, kerugian investor juga lebih besar. 

Tiap bulan, Bursa Efek Jakarta (BEJ) menentukan saham-saham yang boleh ditransaksikan dengan fasilitas margin. Per bulan Juni 2007 ini, ada 72 saham yang masuk kriteria BEJ. 

Selain menguntungkan buat investor, transaksi margin ini juga menguntungkan buat perusahaan sekuritas. Selain mendapat keuntungan bunga, ia juga bisa menikmati biaya transaksi (fee) yang lebih besar seiring bertambahnya transaksi sang nasabah. Tapi, ia juga memikul risiko, terutama jika kurang berhati-hati dalam menyalurkan maupun mengelola rasio marginnya.? 

No comments:

Post a Comment