Definisi yang lebih lengkap mengenai agribisnis diberikan oleh pencetus
awal istilah agribisnis yaitu Davis dan Goldberg (1957) sebagai berikut: “Agribusiness
is the sum total of all operations involved in the manufacture and distribution
of farm supplies; production activities on the farm; and storage, processing
and distribution of commodities and items made from them“. Definisi inilah
yang sekarang sering digunakan dalam literatur manajemen agribisnis (Sonka dan
Hudson 1989).
Agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem hulu,
usahatani, hilir, dan penunjang. Menurut Saragih dalam Pasaribu (1999), batasan
agribisnis adalah sistem yang utuh dan saling terkait di antara seluruh
kegiatan ekonomi (yaitu subsistem agribisnis hulu, subsistem agribisnis
budidaya, subsistem agribisnis hilir, susbistem jasa penunjang agribisnis) yang
terkait langsung dengan pertanian.
Agribisnis diartikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari unsur-unsur
kegiatan : (1) pra-panen, (2) panen, (3) pasca-panen dan (4) pemasaran. Sebagai
sebuah sistem, kegiatan agribisnis tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya,
saling menyatu dan saling terkait. Terputusnya salah satu bagian akan
menyebabkan timpangnya sistem tersebut. Sedangkan kegiatan agribisnis
melingkupi sektor pertanian, termasuk perikanan dan kehutanan, serta bagian
dari sektor industri. Sektor pertanian dan perpaduan antara kedua sektor inilah
yang akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang baik secara nasional
(Sumodiningrat, 2000).
Menurut Anonimous ( 2000 ), yang dimaksud dengan Sistem Agribisnis adalah
rangkaian dari berbagai sub sistem penyelesaian prasarana dan sarana produksi,
subsistem budidaya yang menghasilkan produk primer, sub sistem industri
pengolahan (agroindustri), sub sistem
pemasaran dan distribusi serta sub sistem jasa pendukung. Bagi Indoensia
pengembangan usaha pertanian cukup prospektif karena memiliki kondisi yang
menguntungkan antara lain; berada di daerah tropis yang subur, keadaan sarana
prasarana cukup mendukung serta adanya kemauan politik pemerintah untuk
menampilkan sektor pertanian sebagai prioritas dalam pembangunan. Tujuan
pembangunan agribisnis adalah untuk meningkatkan daya saing komoditi pertanian,
menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta mengembangkan kemitraan
usaha. Dengan visi mewujudkan kemampuan berkompetisi merespon dinamika
perubahan pasar dan pesaing, serta mampu ikut meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Menurut Departemen Pertanian
(2005), komoditas hortikultura merupakan sangat prospektif, baik untuk mengisi
kebutuhan pasar domestik maupun internasional mengingat potensi permintaan
pasarnya baik di dalam maupun di luar negeri besar dan nilai ekonominya yang
tinggi. Dengan kemajuan perekonomian, pendidikan, peningkatan pemenuhan untuk
kesehatan dan lingkungan menyebabkan permintaan produk hortikultura semakin
meningkat. Disamping itu keragaman karakteristik lahan dan agroklimat
serta sebaran wilayah yang luas memungkinkan wilayah Indonesia digunakan untuk
pengembangan hortikultura tropis dan sub tropis. Fungsi utama tanaman
hortikultura bukan hanya sebagai bahan pangan tetapi juga terkait dengan
kesehatan dan lingkungan. Secara fungsi ini sederhana dapat dibagi menjadi 4
(empat) yaitu :
- Fungsi Penyediaan
Pangan, terutama dalam hal penyediaan vitamin, mineral, serat, energi dan
senyawa lain untuk pemenuhan gizi.
- Fungsi Ekonomi,
pada umumnya komoditas hortikultura mempunyai nilai ekonomis yang tinggi,
sumber pendapatan cash petani, perdagangan, perindustrian, dan lain-lain.
- Fungsi Kesehatan,
bahwa buah dan sayur dan terutama biofarm maka dapat digunakan untuk
mencegah dan mengobati penyakit-penyakit tidak menular.
- Fungsi Sosial
Budaya, sebagai unsur keindahan/kenyamanan lingkungan, upacara-upacara,
pariwisata dan lain-lain.
Usaha kegiatan tanaman hortikultura adalah
kegiatan yang menghasilkan produk tanaman sayuran, tanaman buah-buahan, tanaman
hias dan tanaman obat-obatan dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya
dijual / ditukar atau memperoleh pendapatan / keuntungan atas resiko usaha (
Badan Pusat Statistik, 2003).
Pembangunan pertanian yang ada selama ini dengan
pendekatan kewilayahan dan peningkatan partisipasi masyarakat daerah setempat,
khususnya untuk program tanaman pangan dan hortikultura. Mendesaknya
kepentingan pembangunan dan perancangan ulang program ini dapat dilihat dari
beberapa segi. Pertama, program tanaman pangan dan hortikultura adalah
merupakan tempat penyerapan tenaga kerja terbesar dalam sistem pembangunan
nasional, sedemikian hingga setiap peningkatan pembangunan tanaman pangan dan
hortikultura secara otomatis juga akan membantu mengatasi masalah pengangguran.
Kedua, program tanaman pangan dan hortikultura masih merupakan penopang
utama dalam sistem perekonomian nasional, khususnya dalam memproduksi makanan
pokok, sehingga mengurangi ketergantungan pangan kepada dunia luar. Ketiga,
harga produk tanaman pangan dan hortikultura memiliki bobot yang besar dalam
penentuan indeks harga konsumen, sehingga sifat dinamikanya sangat berpengaruh
dalam menekan laju inflasi, yang oleh karenanya pembangunan pertanian ini akan
membantu memantapkan stabilitas ekonomi nasional. Keempat, Peningkatan
pembangunan tanaman pangan dan hortikultura ini bisa berperan penting dalam
mendorong sektor industri dan ekspor, serta mengurangi impor produk tanaman
pangan dan hortikultura yang pada gilirannya akan memantapkan neraca
pembayaran. Kenyataan betapa pentingnya pembangunan tanaman pangan dan
hortikultura tersebut diatas telah disadari sepenuhnya oleh pemerintah yang
melihat bahwa pemanfaatan sumberdaya dalam pembangunan sektor pertanian dimasa
mendatang mutlak memerlukan reorientasi pemikiran dalam pelaksanaannya
(Bappenas, 2004).
Pembangunan pertanian, khususnya subsektor tanaman
pangan dan hortikultura, diarahkan pada pembangunan yang berkelanjutan yang
tidak hanya bertumpu pada persoalan produksi semata-mata, tapi lebih berwawasan
kepada peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan masyarakat. Upaya ini
dilakukan dengan prioritas utama kepada produksi, pelestarian sumberdaya dan
swasembada pangan, serta agribisnis yang berwawasan lingkungan.
Suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi suatu
kawasan agribisnis karena :
1. Memiliki
lahan yang sesuai untuk mengembangkan komoditi pertanian yang dapat dipasarkan
yang disebut komoditi unggulan.
2. Memiliki
pasar, baik itu pasar untuk hasil-hasil pertanian, pasar sarana pertanian
maupun pasar jasa pelayanan.
3.
Memiliki kelembagaan petani (kelompok, koperasi, assosiasi) yang dinamis dan
terbuka padsa inovasi baru, yang harus berfungsi juga sebagai sentra
pembelajaran dan pengembanagn agribisnis.
4.
Memiliki Balai Penyulukan Pertanian yang berfungsi sebagai Klinik Konsultasi
Agribisnsis (KKA) yaitu sebagai sumber informasi agribisnis, tempat percontohan
usaha agribisnis dan pusat pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan usaha
agribisnis yang lebih efisien dan menguntungkan (Deptan, 2002).
No comments:
Post a Comment