Perbedaan Asumsi-asumsi Penelitian Kuantitatif dengan Penelitian Kualitatif
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang Penelitian Kualitatif, berikut akan digambarkan perbedaan asumsi-asumsi Penelitian Kuantitatif dengan Penelitian Kualitatif menurut Creswell (1994:5).
1) Asumsi-asumsi Penelitian Kuantitatif
a) Reality is objective and singular, apart from the researcher.
Realitas bersifat objektif dan tunggal, terpisah dari peneliti.
b) Researcher is independent from that being researched.
Peneliti bebas dari apa yang diteliti.
c) Value-free and unbiased.
Bebas nilai dan tidak bias.
d) Formal language, based on set definitions, impersonal voice, use of accepted quantitative words.
Bahasa formal, berdasarkan seperangkat definisi, kata-kata yang tidak personal (impersonal), menggunakan kata-kata kuantitatif yang sudah diterima (disepakati).
e) Deductive process, seeking cause & effect static design-categories isolated before study; context-free; generalization, and understanding; accurate and reliable through validity and reliability.
Proses deduktif, mencari sebab dan akibat, desain yang statis dalam arti kategori-kategori sudah dipisah-pisah sebelum studi diadakan; bebas konteks; generalisasi membawa pada prediksi, penjelasan dan pemahaman; keakuratan dan kehandalan melalui validitas dan reliabilitas.
2) Asumsi-asumsi Penelitian Kualitatif
a) Reality is subjective and multiple as seen by participants in a study.
Realitas bersifat subjektif dan ganda seperti dilihat partisipan (subjek yang diteliti) dalam suatu studi.
b) Researcher interact with that being researched.
Peneliti berinteraksi dengan apa yang diteliti.
c) Value-laden and biased.
Tidak bebas nilai dan bias.
d) Informal, envolving decisions, personal voice, accepted qualitative words.
Informal, keputusan-keputusan mengalami perkembangan, menggunakan kata-kata yang personal, menggunakan kata-kata yang diterima kualitatif.
e) Inductive process; mutual simultaneous shaping of factors; emerging design-categories identified during research process; context-bound; patterns, theories developed for understanding; accurate and reliable through verification.
Faktor-faktor dibentuk (diidentifikasi) bersamaan secara timbal balik; desain yang dinamis (berkembang selama studi) dalam arti kategori-kategori diidentifikasi selama proses penelitian), desain disusun kemudian; terkait konteks; pola-pola, teori-teori dikembangkan untuk memahami; akurasi dan kehandalan melalui verifikasi.
d. Masalah-masalah yang cocok dengan penelitian kuantitatif dan yang cocok dengan penelitian kualitatif
Menurut Poerwandari (1998:46), gambaran mengenai masalah-masalah yang cocok untuk diteliti dengan pendekatan kuantitatif atau kualitatif adalah sebagai berikut:
1) Bila anda lebih tertarik pada yang disebut Allport sebagai “Psikologi Diferensial,” yakni melihat elemen-elemen psikologi secara terpisah, mencari gambaran tentang hal tersebut pada manusia pada umumnya sehingga dapat membandingkan manusia satu dengan yang lain, tampaknya yang lebih sesuai digunakan adalah pendekatan kuantitatif.
2) Bila anda tertarik untuk memahami manusia dalam segala kompleksitasnya sebagai makhluk subjektif, pendekatan kualitatif adalah yang sesuai untuk digunakan. Seperti juga beberapa tokoh yang menganggap penting pendekatan kualitatif dalam psikologi, saya berpandangan bahwa psikologi, khususnya psikologi kepribadian dan psikologi klinis akan banyak menyumbangkan pengetahuan tentang manusia bila banyak bertumpu pada pendekatan kualitatif.
3) Hal-hal yang membutuhkan pemahaman mendalam dan khusus sangat sulit diteliti dengan pendekatan kualitatif. Sulit untuk membayangkan bagaimana kita dapat secara utuh meneliti “penghayatan individu yang mengalami perceraian,” “trauma yang dialami korban kejahatan seksual,” “dinamika kekerasan terhadap perempuan,” atau “penyesuaian diri terhadap situasi menganggur” dengan pendekatan kuantitatif.
4) Kecenderungan yang positif dan perlu terus dikembangkan saat ini adalah mulai digunakannya pendekatan kualitatif dan kuantitatif sebagai dua hal yang saling menunjang dalam penelitian-penelitian psikologi. Yang banyak dilakukan psikologi konvensional adalah menyusun skala atau kuesioner berdasarkan teori yang ada. Karena teori yang ada sering juga tidak sesuai dengan konteks populasi penelitian, tidak jarang terjadi bahwa pertanyaan-pertanyaan yang berkembang adalah pertanyaan yang merefleksikan cara berpikir peneliti, dan gagal mengungkap apa yang sesungguhnya menjadi masalah responden atau subjek penelitian. Menyadari hal tersebut, beberapa peneliti mulai menggabungkan metode-metode kualitatif dan kuantitatif.
Akan dikemukakan pendapat Prof. Dr. Fuad Hasan tentang penelitian kualitatif sebagai berikut:
“Pendekatan kualitatif sangat penting untuk dipahami oleh mereka yang bersibuk diri dengan studi tentang manusia dan berbagai penjelmaan tingkah lakunya, baik individual maupun kolektif. Banyak perilaku manusia yang sulit dikuantifikasikan, apalagi penghayatannya terhadap berbagai pengalaman pribadi. Banyak sekali penjelmaan kejiwaan yang mustahil diukur dan dibakukan, apalagi dituangkan dalam satuan numerik. Kita mungkin berbicara tentang skala, peringkat, tolok ukur, dan berbagai sarana pengukur lainnya, akan tetapi perlu tetap disadari bahwa apa yang dapat ditangkap secara kuantitatif itu tidak sepenuhnya representatif bagi pemahaman ikhwal manusia yang pada hakekatnya bersifat kualitatif. Bagaimana mengukur keresahan, keriangan, kebosanan, kesepian, frustrasi, euforia, rasa percaya diri, rasa malu, rasa cinta, rasa benci, rasa marah, rasa iri, dan sejumlah penjelmaan kejiwaan lainnya, kecuali melalui kesanggupan berbagi rasa empathy? Bukanlah segala penjelmaan manusiawi itu sesekali juga dapat menjadi penghayatan diri kita sendiri?”
No comments:
Post a Comment