Initial Public Offering (IPO)

Dalam waktu dekat, ada beberapa perusahaan yang bakal menawarkan saham perdananya atau melaksanakan initial public offering (IPO) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ). Pasti Anda sudah mendengar atau membaca rencana IPO dari PT Sampoerna Agro, PT Bisi Internasional, dan PT Multimedia Nusantara Citra (MNC). Sebenarnya, apa, sih, IPO itu?
Istilah IPO mulai terkenal tahun 1990-an ketika pasar modal Amerika Serikat (AS) melonjak akibat masuknya saham-saham perusahaan teknologi. Waktu itu, setiap hari ada berita tentang miliarder-miliarder baru bisnis dotcom di Sillicon Valley yang menghasilkan uang dari IPO-nya. 

Jadi, apa sebenarnya IPO itu? Mengapa IPO bisa membuat orang jadi kaya raya dalam sekejap? Tak perlu berpikir terlalu rumit. IPO itu sebenarnya penjualan perdana saham perusahaan kepada masyarakat atau publik. Sebuah perusahaan bisa mendapatkan dana dari masyarakat dengan menjual surat utang atau menjual sahamnya. Nah, jika perusahaan menjual sahamnya kepada publik, proses itulah yang disebut sebagai IPO. 

Kita bisa mengelompokkan perusahaan ke dalam dua jenis perusahaan. Yang pertama adalah perusahaan tertutup (private) yang jumlah pemegang sahamnya lebih sedikit dan perusahaan itu tidak wajib melaporkan banyak informasi tentang dirinya. Kebanyakan perusahaan kecil adalah perusahaan tertutup. Tetapi, perusahaan-perusahaan besar juga bisa menjadi perusahaan tertutup. Contohnya, IKEA, Domino Pizza, atau Hallmark Cards. 

Sebenarnya, tidak mustahil bagi kita untuk membeli saham di perusahaan swasta. Anda bisa mendekati pemilik perusahaan. Tetapi, pemilik perusahaan tidak wajib menjual sahamnya. Adapun perusahaan publik memang harus menjual sebagian sahamnya kepada publik dan memperdagangkannya di bursa efek. Ini sebabnya, proses IPO juga disebut sebagai go public. 

Perusahaan publik memiliki pemegang saham yang jumlahnya ribuan dan terikat pada peraturan dan perundang-undangan yang ketat. Mereka harus memiliki jajaran direksi dan melaporkan kinerja keuangannya per kuartal. 

Saham perusahaan publik yang telah IPO diperdagangkan di bursa saham secara terbuka. Artinya, asalkan memiliki uang yang cukup, semua orang bisa ikut berinvestasi di saham perusahaan tersebut. Buat para perusahaan sendiri, dengan menjual sahamnya ke publik melalui IPO, mereka bisa mengeruk dana segar dari masyarakat investor untuk membiayai ekspansi bisnisnya. 

Perusahaan publik harus memenuhi banyak peraturan. Ketika mau melaksanakan rencana penting atau berdampak besar (material), misalnya, ia harus melaporkannya kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). 

Bagi investor, yang paling menarik, saham perusahaan publik itu diperdagangkan di bursa saham yang terbuka. Di Indonesia ada dua bursa saham yang menjadi "pasar" saham-saham perusahaan publik itu yakni Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Jakarta. (Nantinya kedua bursa ini akan bergabung menjadi satu bursa). 

Nah, karena saham-saham perusahaan yang telah IPO diperdagangkan di bursa efek yang terbuka, setiap orang dengan mudah bisa ikut berinvestasi di saham-saham itu. Asalkan memiliki duit yang cukup, Anda bisa ikut berinvestasi. Pengurus atau direksi suatu perusahaan bisa saja tidak menyukai Anda, tapi tetap saja ia tidak bisa menghalangi niat Anda untuk membeli saham perusahaan tersebut. 

Tapi, mengapa perusahaan go public? Sederhana saja, perusahaan melakukan penjualan saham ke publik karena ingin memperoleh dana. Dan, biasanya mereka bisa mengeruk dana yang besar lewat IPO. Selain itu, menjadi perusahaan publik juga membuka "pintu" finansial untuk beberapa peluang. Pertama, karena lebih terbuka, perusahaan publik biasanya memperoleh peringkat atau rating yang lebih baik ketika mereka menerbitkan surat utang atau obligasi. 

Kedua, selama masih ada permintaan di pasar, perusahaan publik bisa selalu menerbitkan saham baru. Karenanya biasanya merger dan akuisisi juga lebih mudah dilakukan karena perusahaan bisa menggunakan saham baru sebagai salah satu alat untuk memperlancar prosesnya. 

Bagi sebuah perusahaan, menjadi perusahaan publik yang terdaftar di bursa efek juga merupakan prestise. Apalagi, di masa lalu, hanya perusahaan-perusahaan yang memiliki kinerja keuangan atau fundamental bagus yang bisa melakukan initial public offering (IPO). Singkatnya, tidak gampang sebuah perusahaan bisa go public dan mencatatkan sahamnya di bursa saham. 

Tapi, booming dotcom telah mengubah semuanya. Kini, perusahaan tidak harus memiliki catatan kinerja keuangan yang bagus untuk go public. Sekarang, perusahaan yang baru memulai bisnisnya dan bahkan masih merugi pun bisa melantai di bursa saham. 

Di Indonesia, Bursa Efek Jakarta (BEJ) juga menyediakan papan khusus untuk menampung saham-saham perusahaan kecil dan perusahaan yang kinerja keuangannya belum bagus. 

Namanya adalah papan pengembangan (development board). Syarat untuk tercatat di papan pengembangan ini relatif longgar. Misalnya, perusahaan yang baru berusia 12 bulan sudah bisa masuk. Papan pengembangan juga hanya mensyaratkan minimal aset bersih berwujud Rp 5 miliar. 

Walaupun masih merugi, suatu perusahaan juga boleh IPO dan mejeng di papan pengembangan. Cuma, BEJ menentukan dalam jangka waktu 2 tahun sampai 6 tahun (tergantung dari jenis usahanya) setelah IPO, perusahaan itu sudah harus bisa membukukan laba usaha dan laba bersih. 

Adapun untuk menampung perusahaan-perusahaan yang sudah besar dan mapan secara keuangan, BEJ menyediakan pencatatan di papan utama (main board). Syarat untuk bisa tercatat di papan utama ini lebih berat. Misalnya, perusahaan sudah harus beroperasi minimal 36 bulan atau 3 tahun. Selain itu, nilai aset berwujud bersih perusahaan itu juga harus sudah mencapai minimal Rp 100 miliar. 

Karena bursa memang membuka peluang masuknya perusahaan-perusahaan baru, investor harus hati-hati. Sebab, ada saja pemilik perusahaan yang menyalahgunakan bursa saham hanya untuk mengeruk dana masyarakat semata. 

Artinya, setelah IPO, mereka tidak melakukan usaha sama sekali untuk bisa mencetak keuntungan. Jadi, mereka tidak berusaha untuk memberikan keuntungan bagi investor yang telah membeli sahamnya saat IPO. Cara seperti inilah yagn sering disebut sebagai exit strategi. Dan, jika ini terjadi, IPO justru akan menjadi sebuah akhir bukan awal.? 

Sebelum membahas tentang tata cara membeli saham saat penawaran perdana atau IPO, ada baiknya calon investor mempelajari terlebih dahulu proses IPO itu sendiri. 

Sebab, sejatinya, untuk bisa melaksanakan IPO, sebuah perusahaan harus melalui proses yang lumayan panjang. Dan, proses ini sangat menentukan peluang investor untuk membeli saham saat IPO. 

Jika ingin go public atau menggelar IPO, pertama-tama sebuah perusahaan harus menyewa sebuah atau beberapa sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi. Secara teori, sebenarnya sebuah perusahaan bisa saja menjual sahamnya secara langsung. Tapi, kenyataannya, penjamin emisi itu kini sangat diperlukan. 

Nah, dalam IPO, ada suatu proses yang disebut underwriting yang melibatkan calon perusahaan yang akan IPO dan penjamin emisinya. Karena itulah, penjamin emisi sering disebut juga underwriter. Secara umum, underwriting adalah proses untuk mengumpulkan dana, baik dengan menerbitkan surat utang atau menerbitkan saham. 

Anda bisa membayangkan underwriter sebagai orang yang berada di antara perusahaan dan investor publik. 

Sebelum IPO, perusahaan dan penjamin emisi bertemu untuk membicarakan perjanjian di antara mereka. Beberapa topik penting yang dibahas adalah target dana yang akan dikumpulkan perusahaan lewat IPO, jenis saham yang diterbitkan, dan detail-detail lainnya yang termuat dalam perjanjian underwriting. 

Struktur penjaminan emisinya bisa bermacam-macam. Misalnya, dalam perjanjian full commitment, penjamin emisi menjamin bahwa dana dalam jumlah tertentu akan diperoleh perusahaan. Untuk itu, penjamin emisi berjanji akan menjual semua saham yang diterbitkan perusahaan. 

Bahkan, terkadang penjamin emisi itu harus membeli dahulu sebagian saham perusahaan dan kemudian baru menjual kembali ke publik. 

Ada lagi perjanjian best effort. Dalam perjanjian ini, underwriter menjual saham perusahaan tapi tidak menjamin jumlah dana tertentu. Dalam kasus ini, biasanya, penjamin emisi juga tidak bersedia memikul risiko IPO sendirian. 

Karenanya, ia biasanya menggandeng perusahaan sekuritas lain dan membentuk sindikasi.? 

Sebagai perusahaan terbuka, emiten bursa saham harus mengungkapkan semua informasi penting perusahaannya. Prospektus menjadi wadah untuk menampung semua informasi itu. 

Setelah calon emiten saham yang mau IPO dan penjamin emisinya menyetujui perjanjian underwriting, mereka bisa mengajukan permohonan pencatatan kepada Bursa Efek Jakarta (BEJ). Tentu, mereka harus menyerahkan dokumen-dokumen yang diperlukan. 

Jika dokumen dan informasi yang disediakan calon emiten lengkap, BEJ memerlukan waktu sekitar 10 hari bursa untuk memberikan persetujuan. Jika memenuhi syarat, BEJ memberikan surat persetujuan prinsip pencatatan yang bernama: Perjanjian Pendahuluan Pencatatan Efek. 

Setelah mengantongi perjanjian itu, calon emiten bisa mulai mengajukan Pernyataan Pendaftaran (PP) kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) untuk melakukan penawaran umum saham. Dalam tahap ini, perusahaan itu harus menyerahkan berbagai dokumen, seperti jumlah saham yang akan ditawarkan, profil perusahaan, laporan keuangan, latar belakang manajemen, rencana penggunaan dana IPO, dan juga masalah-masalah hukum jika ada. 

Bapepam-LK, kemudian, akan meminta adanya masa tenang atau cooling off period. Selama periode ini, Bapepam-LK akan melakukan investigasi dan memastikan bahwa semua informasi yang penting atau material telah disampaikan calon emiten. Jika Bapepam-LK sudah menyetujui penawaran perdana itu, calon emiten akan menetapkan tanggal penawaran saham itu ke publik. 

Dalam masa tenang itu, penjamin emisi atau underwriter mulai mengumumkan apa yang disebut red herring. Ini adalah sebuah prospektus IPO awal yang berisi semua informasi tentang perusahaan. Yang belum tercantum hanya harga penawaran sahamnya dan tanggal penawarannya. Dengan red herring itu, calon emiten saham dan underwriter-nya mulai "berkampaye" untuk mempromosikan sahamnya. Mereka akan berkeliling di dalam negeri maupun ke luar negeri (roadshow) untuk menjajakan saham tersebut. Biasanya, dalam tahap ini, mereka lebih fokus membidik investor-investor institusi yang besar. 

Menjelang tanggal penawaran, calon emiten saham dan penjamin emisinya akan duduk bersama untuk menentukan harga jual sahamnya. Penentuan harga ini tidak mudah karena sangat bergantung pada kondisi perusahaan, hasil roadshow, dan kondisi pasar. 

Tentu, baik perusahaan maupun penjamin emisinya ingin memperoleh harga yang maksimal. Nah, kalau semua sudah siap, calon emiten saham itu akan menjual sahamnya kepada publik? 

Kita telah melihat bahwa proses IPO suatu perusahaan ternyata lumayan panjang. Dan, investor individual hampir tidak dilibatkan. Ini terjadi karena baik calon emiten IPO maupun penjamin emisinya (underwriter) cenderung mendahulukan untuk menggarap investor-investor institusi.
Selain agar lebih cepat memperoleh dana, investor institusi umumnya adalah investor jangka panjang yang tidak terlalu sensitif terhadap fluktuasi harga saham. Dengan demikian, perusahaan bisa mengurangi tekanan jual (profit taking) dalam perdagangan awal. 

Nah, karena permintaan saham IPO itu biasanya berlebih (oversubscribed), kemungkinan investor individu untuk memperoleh saham yang diincarnya sangat terbatas. Karena ini, sebaiknya, investor membuka rekening saham pada penjamin emisi saham tersebut. 

Investor juga harus mengikuti beberapa proses untuk bisa ikut membeli saham IPO tersebut. Pertama-tama, di masa penawaran yang sudah ditetapkan underwriter, dapatkan lembar formulir pemesanan pembelian saham penawaran umum, disebut Formulir Pemesanan Pembelian Saham (FPPS). 

Formulir ini biasanya dibendel jadi satu dengan prospektus ringkas. Cara mudah mendapatkan formulir ini, datang saja ke agen penjualan yang ditunjuk oleh penjamin pelaksana emisi IPO. 

Berikutnya, isi formulir dan lengkapi dengan fotokopi KTP. Tentu, dalam pengisian formulir ini, Anda harus menyebutkan jumlah saham yang ingin Anda pesan. 

Selanjutnya, lakukan pembayaran atas pemesanan yang Anda. Pembayaran bisa secara tunai, giro, atau transfer ke rekening agen penjualan. Simpan bukti pembayaran itu. 

Jika sudah lengkap, kembalikan formulir pemesanan ke agen penjualan tepat waktu. Lengkapi dengan bukti pembayaran ke agen penjualan. Hari terakhir masa penawaran umum merupakan batas akhirnya. Masa penawaran umum sendiri berlangsung selama minimal tiga hari. ? 

Pada dasarnya IPO adalah sebuah kegiatan "pemasaran". Penjamin emisi akan berusaha menarik investor sebanyak-banyaknya. Nah, investor harus tetap selektif dalam memilih saham-saham IPO. 

Setelah memperoleh Surat Saham Kolektif (SSK) yang menjadi bukti investasi, Anda resmi menjadi salah satu pemilik saham IPO. 

Tapi, sebelum benar-benar membeli saham IPO, ada beberapa catatan penting yang harus Anda perhatikan. Hal pertama, tidak mudah menganalisis kinerja dan prospek calon emiten IPO. Sebab, ia tidak menyajikan banyak informasi historis. Sumber informasi utama Anda hanya prospektus ringkas IPO (red herring). Jadi, cermatilah informasi yang ada. Perhatikan juga tim manajemen perusahaan tersebut dan juga rencana penggunaan dana hasil IPO. 

IPO yang sukses biasanya juga didukung oleh underwriter yang besar. Anda mesti lebih hati-hati jika yang menjadi underwriter adalah sekuritas tak terkenal. Sebab, biasanya ia kurang selektif dalam memilih emiten IPO. Beberapa bulan setelah IPO, harga saham IPO biasanya cenderung turun. Ini terjadi karena ada lock-up period. 

Underwriter membuat perjanjian lock-up period dengan karyawan maupun pejabat perusahaan tersebut. Isinya, pihak di dalam perusahaan tidak boleh menjual saham dalam periode tertentu. Masalahnya, ketika periode itu telah lewat, semua pihak boleh menjual sahamnya. Akibatnya, jika mereka ramai-ramai menjual sahamnya akan terjadi kelebihan pasokan di pasar dan harganya cenderung turun. 

Ada juga fenomena flipping. Maksudnya, investor cenderung menjual sahamnya di hari pertama perdagangan saham IPO. Sebab, di hari pertama, biasanya harga saham IPO melonjak tinggi. Investor-investor institusi besar banyak yang melakukan praktik ini. Akibatnya, ketika mereka menjual sahamnya, harga saham IPO itu bisa terjun bebas. 

Terakhir, ingatlah bahwa underwriter adalah salesman. Ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk menarik investor. Karenanya, jangan terlalu mempercayai underwriter. Jangan membeli saham hanya karena ia saham IPO, belilah karena saham itu memang merupakan investasi yang bagus?

No comments:

Post a Comment