Jaminan Konstitusi Atas Hak Asasi Manusia


Dalam konteks jamina HAM, konstitusi memberikan arti penting tersendiri lagi terciptanya sebuah paradigma negara hukum sebagai buah dari proses dialetika demokrasi yang telah berjalan secara amat panjang dalam lintasan sejarah peradaban manusia. Jaminan atas HAM meneguhkan pendirian bahwa negara bertanggung jawab atas tegaknya supermasi hukum. Oleh karena itu, jaminan konstitusi atas HAM yang penting artinya bagi arah pelaksanaan ketatanegaraan sebuah negara, sebagaimana ditegaskan oleh Sri Soemantri sebagai berikut : 

“ Adanya jaminan terhadap hak-hak dasar setiap warga negara mengandung arti bahwa setiap penguasa dalam negara tidak dapat dan tidak boleh bertindak sewenang-wenang kepada warga negaranya. Bahkan adanya hak-hak dasar itu juga mempunyai arti adanya keseimbangan dalam negara, yaitu keseimbangan antara kekuasaan dalam negara dan hak-hak dasar warga negara”. 

Senada dengan itu, M. Solly Lubis, Guru Besar Hukum Tata Negara USU, mengatakan : 

Menurut ajaran yang umum, salah satu daripada syarat atau negara hukum ialah adanya jaminan atas HAM. Jaminan itu, harus terbaca atau tertafsir dari konstitusi yang berlaku, apakah ia konstitusi tertulis maupun yang tidak tertulis, setidak-tidaknya termaklumi dari praktik-pratik hukum yang berlaku sehari-hari. Sebagai hak, maka hak-hak asasi ini tidak lepas dari soal kebebasan dan kewajiban,baik di pihak pemegang kekuasaan maupun ¾ pihak pendukung hak asasi itu sendiri. 

Konstitusi merupakan napas kehidupan ketatanegaraan sebuah bangsa, tidak terkecuali bagi Indonesia. Konstitusi sebagai perwujudan konsensus dan penjelmaan dari kemauan rakyat memberikan jaminan atas keberlangsungan hidup berikut HAM secara nyata. Oleh karena itu, jaminan konstitusi atas HAM adalah bukti dari hakikat, kedudukan dan fungsi konstitusi itu sendiri bagi seluruh rakyat Indonesia. Menyikapi jaminan UUD 1945 atas HAM, terdapat pandangan yang beragam. Setidaknya, ada tiga kelompok pandangan, yakni : pertama, mereka yang berpandangan bahwa bahwa UUD 1945 tidak memberi jaminan atas HAM secara komprehensif ; kedua, mereka yang berpandangan UUD 1945 memberikan jaminan atas HAM secara komprehensif ; dan ketiga, berpandangan bahwa UUD 1945 hanya memberikan pokok-pokok jaminan atas HAM. 

Pandangan pertama didukung oleh Mahfud MD dan Bambang Sutiyoso. Hal ini didasarkan bahwa istilah HAM tidak ditemukan secara eksplisit di dalam pembukaan, batang tubuh, maupun Penjelasannya. Justru, menurut Sutiyoso, di dalam UUD 1945 hanya ditemukan pencantuman dengan tegas perkataan hak dan kewajiban warga negara, dan hak-hak DPR. Menurut Mahfud, tidak sedikit orang yang berpendapat bahwa UUD 1945 itu sebenarnya tidak banyak memberi perhatian pada HAM, bahkan UUD 1945 tidak berbicara apa pun tentang HAM universal kecuali dalam dua hal, yaitu sila Keempat Pancasila yang meletakkan asas “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dan Pasal 29 yang menderivasikan jaminan “Kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadah”. 

Selebihnya, menurut Mahfud, UUD 1945 hanya berbicara tentang “HAW” atau hak asasi warga ( atau HAM yang partikularistik ). Antara keduanya, HAM dan HAW jelas berbeda. Yang pertama mendasarkan diri pada paham bahwa secara kodrati manusia itu, di mana pun, mempunyai hak-hak bawaan yang tidak bisa dipindah, diambil, atau dialihkan. Adapun yang terakhir, hanya mungkin diperoleh karena seseorang memiliki status sebagai warga negara. Hal ini , menurut Mahfud memberi kesan bahwa Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 tidak memiliki semangat yang kuat dalam memberikan perlindungan HAM, menjadi sekadar HAW yang itu pun harus ditentukan dalam UU yang dibuat lembaga legislatif. 

Pandangan kedua didukung oleh Soedjono Sumobroto dan Marwoto, Azhary, dan Dahlan Thaib. Sumobroto dan Marwono mengatakan UUD 1945 mengangkat fenomena HAM yang hidup dikalangan masyarakat. Atas dasar itu, HAM yang tersirat di dalam UUD 1945 bersumber pada falsafah dasar dan pandangan hidup bangsa, yaitu pancasila. Senada dengan hal tersebut, Dahlan Thaib mengatakan bila dikaji baik dalam pembukaan, Batang Tubuh maupun Penjelasan akan ditemukan setidaknya ada 15 ( lima belas ) prinsip hak asasi manusia yakni sebagai berikut : 

1. Hak untuk menentukan nasib sendiri 

2. Hak akan warga negara 

3. Hak akan kesamaan dan persamaan di hadapan hukum 

4. Hak untuk bekerja 

5. Hak untuk hidup layak 

6. Hak untuk berserikat 

7. Hak untuk menyatakan pendapat 

8. Hak untuk beragama 

9. Hak untuk membela negara 

10. Hak untuk mendapatkan pengajaran 

11. Hak untuk kesejahteraan sosial 

12. Hak untuk jaminan sosial 

13. Hak akan kebebasan dan kemandirian peradilan 

14. Hak mempertahankan tradisi budaya 

15. Hak mempertahankan bahasa daerah. 

Pandangan ketiga didukung oleh Kuntjoro Purbopranoto, G.J. Wolhoff dan M. Solly Lubis. Menurut Kuntjoro, jaminan UUD 1945 terhadap HAM bukan tidak ada, melainkan dalam ketentuan-ketentuan UUD 1945 mencantumkannya secara tidak sistematis, selengkapnya beliau mengatakan sebagai berikut : perumusan hak-hak asasi manusia dalam UUD 1945 berjumlah tersusun secara sistematis. Hanya empat pasal yang memuat ketentuan-ketentuan hak-hak asasi, yakni pasal 27.28.29, dan 31. Sebabnya, tidaklah karena nilai-nilai hukumdari hak-hak asasi itu kurang mendapat perhatian, akan tetapi karena susunan pertama UUD 1945 itu adalah inti-inti dasar ketatanegaraan, yang dapat dirumuskan sebagai hasil perundingan antara para pemimpin kita dari seluruh aliran masyarakat, yang diadakan pada masa berakhirnya pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang di Indonesia. 

M. Solly Lubis juga menegaskan bahwa ketika demokrasi diakui sebagai pilihan terbaik bagi sistem dan arah kehidupan seluruh bangsa, pada umumnya orang tiba pada suatu prinsip umum bahwa pada hakikatnya hak-hak itu haruslah mendapat jaminan sesuai dengan asas demokrasi yang berlaku dan mendasari sistem politik dan kekuasaan yang sedang berjalan. Namun demikian menurut Dahlan Thaib, harus diakui bahwa UUD 1945 hasil pemikiran prima para pendiri negara yang tergabung dalam PKI dan PPKI.

No comments:

Post a Comment