Karaktristik Bahasa Ilmu


       Pada hakikatnya , ilmu-ilmu empiris mengkaji suatu yang bersifat material. Tugas utamanya adalah memberi nama pada subtansi dan obyek tertentu yang dijadikan bahan kajiannya (Sapory,1953: 120) . Dalam konteks ini Wuisman, (1996:106) menyebutnya sebagai prediksi.
       Seatu yang bersifat material , misalnya’’batu’’,’’ bunga’’, atau ‘’kelelawar’’ sesungguhnya tak lebih dari dari sesuatu label /nama yang merupakan kesepakatan dari masyarakat pemakai bahasa indonesia dalam penanaman suatu obyek. Penanaman menjadi esensi dari kegiatan keilmuan , yang pada tahap berikutnya menuntut fungsi pendayagunaan bahasa untuk menjelaskan nama-nama merepresentasikan subtansi atau obyek yang dinamainya. Penjelasan atas nama-nama itu dilakukan melalui defenisi –defenisi yang sesuai dengan karaktristik definiaendum (kata atu simbol yang didefenisikan {Kopi dan Kohen,1994:697}).
            Kegiatan penaman dan pemberian penjelasan itu lebih jauh menuntut difungsikannya bahasa secara tetap, jelas, dan tidak ambigu. Ini selaras dengan gagasan Rusyana (1984:166) yang mengemukakan bahwa penggunaan bahasa dalam keilmuan menghendaki kejelasan dan kelugasan. Bahasa ragam ilmu memiliki karaktristik yang berbeda dengan ragam lain dari kata-kata yang digunakannya, bahasa ilmu menunjukkan karaktristik yang khas, antara lain maknanya yang konstan, kekuatan, serta kenetralannya dari emosi (Sapory:1953:80).
            Bahasa ilmu juga menutut penerapan  aturan logika yang benar.
Ini mengisyaratkan pengguna bahasa logika yang sempurna , yang berarti bahwa pemakaian alat-alat bahasa –kata dan kalimat- haruslah tepat sehingga setiap kata haya mempunyai satu fungsi tertentu saja , dan setiap kalimat hanya mewakili suatu keadaan fakultasa saja, (Mustansyir,1994:53). Selain karaktristik tersebut, sesuai dengan karaktristik ilmu dan teknologi yang mengutamakan penalaran dan sistematika yang jelas, Moelyono (1930) mengetengahkan tujuh ciri ilmu bahasa dan teknologi.Ketujuh ciri yang dimaksud adalah:
  1. Kelugasan dan kecermatan yang menghindari segala kesamaran dan ketaksaan.
  2. Keobyektifan yang sepadat-padatnya tidak menunjukk  selera perseorangan.
  3. Pembedaan dengan teliti nama atau kategori yang mengacu ke obyek penelitian atau telaahnya agar tercapai ketertiban berfikir.
  4. Penjauhan emosi agar mencampurkan perasaan sentimen dalam penafsirannya.
  5. Kecenderungan membekukan makna kata dan ungkapannya dan gaya pemberiannya berdasarkan perjanjian atau mufakat.
  6. Langgamnya tidak meluap-luap tau dogmatis,dan
  7. Penggunaan kata dan kalimat dengan ekonomis agar tidak lebih banyak daripada yang diperlukan.

            Holimin (1993) dalam konteks perkuliahan bashasa indonesia di ITB juga menengahkan tujuh ciri bahasa yang baik dan benar untuk keperluan komunikasi keilmuan yang resmi. Adapun ciri-ciri yang dikemukakan adalah ( 1) logis,(2)lugas, (3)bermakna tunggal,(4) kwantitatif,(5) denotatif,(6) baku,dan(7) runtun.Harjasujana (1993).Dari ciri-ciri di atas dapat dikatakan bahwa kelugasan, kelogisan, keabstrakan ,ketelitian, keobyektifan, keajegan, keruntutan, dan kemonosemantikan merupakan aspek-aspek utama yang menandai bahasa indonesia ragam ilmu, karena itulah , bahasa ragam ilmu setidaknya merujuk pada aspek-aspek utama ini agar dapat menjalankan fungsinya sebagai penyampai gagasan keilmuan.             

No comments:

Post a Comment