Kelembagaan petani mencakup
pengelolaan sumberdaya pertanian pada kawasan agribisnis hortikultura yang
berada didataran tinggi (Deptan, 2003).Pengembangan kelembagaan merupakan salah
satu komponen pokok dalam keseluruhan rancangan Revitalisasi Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan (RPPK) tahun 2005-2025. Selama ini pendekatan
kelembagaan juga telah menjadi komponen pokok dalam pembangunan pertanian dan
pedesaan. Namun, kelembagaan petani cenderung hanya diposisikan sebagai alat
untuk mengimplementasikan proyek belaka, belum sebagai upaya untuk pemberdayaan
yang lebih mendasar. Kedepan, agar dapat berperan sebagai kelompok tani yang
partisipatif, maka pengembangan kelembagaan harus dirancang sebagai upaya untuk
peningkatan kemampuan kelompok tani itu sendiri sehingga menjadi mandiri dalam
mendukung pembangunan kawasan agribisnis. Pembentukan dan pengembangan kelompok
tani disetiap desa juga harus menggunakan prinsip kemandirian lokal yang
dicapai melalui prinsip pemberdayaan. Pendekatan yang top-down planning
menyebabkan partisipasi kelompok tani tidak tumbuh (Kedi Suradisastra, 2008;
Syahyuti, 2007).
Pemberdayaan petani di
pedesaan oleh pemerintah hampir selalu menggunakan pendekatan kelompok. Salah
satu kelemahan yang mendasar adalah kegagalan pengembangan kelompok yang
dimaksud, karena tidak dilakukan melalui proses sosial yang matang. Kelompok
yang dibentuk terlihat hanya sebagai alat kelengkapan proyek, belum sebagai
wadah untuk pemberdayaan kelompok tani secara hakiki (Syahyuti, 2003; Kedi
Suradisastra, 2008).
Kelompok tani merupakan
lembaga yang menyatukan para petani secara horizontal, dan dapat dibentuk
beberapa unit dalam satu desa. Kelompok tani juga dapat dibentuk berdasarkan
komoditas, areal pertanian, dan gender. Pengembangan kelompok tani
dilatarbelakangi oleh kenyataan kelemahan petani dalam mengakses berbagai
kelembagaan layanan usaha, misalnya lemah terhadap lembaga keuangan, terhadap
lembaga pemasaran, terhadap lembaga penyedia sarana produksi pertanian serta terhadap sumber informasi
(Saptana, Saktyanu, Sri Wahyuni, Ening dan Valeriana Darwis, 2004). Sedangkan
menurut di Suradisastra, Kelompok tani merupakan lembaga yang menyatukan para
petani secara horizontal dan vertikal.
Berbagai kesalahan dalam
pengembangan kelembagaan selama ini yaitu hampir tiap program pembangunan
pertanian dan pengembangan masyarakat pedesaan membentuk satu kelembagaan yang
baru. Sebagian besar kelembagaan dibentuk lebih untuk tujuan mendistribusikan
bantuan dan memudahkan tugas kontrol bagi pelaksana program, bukan untuk
pemberdayaan masyarakat secara nyata. Setiap program membuat satu organisasi
yang baru dengan nama yang khas, jarang sekali program dari dinas tertentu
menggunakan kelompok yang sudah ada. Pengembangan kelembagaan hanya dengan dukungan
material yang cukup tapi tidak dibina bagaimana mengelolanya dengan manajemen
yang baik. Walaupun kelembagaan telah dijadikan alat yang penting dalam
menjalankan suatu program, namun penggunaan strategi pengembangan kelembagaan
banyak mengalami ketidaktepatan dan kekeliruan (Uphoff, 1986; Syahyuti, 2003).
Secara konseptual tiap
kelembagaan petani yang dibentuk dapat memainkan peran tunggal ataupun ganda.
Khusus untuk kegiatan ekonomi, terdapat banyak lembaga pedesaan yang diarahkan
sebagai lembaga ekonomi, diantaranya adalah kelompok tani, koperasi dan
kelompok usaha agribisnis. Secara konseptual masing-masing dapat menjalankan
peran yang sama (tumpang tindih). Berdasarkan konsep sistem agribisnis,
aktivitas pertanian pedesaan tidak akan keluar dari upaya untuk menyediakan
sarana produksi (benih, pupuk dan obat-obatan), permodalan usahatani, pemenuhan
tenaga kerja, kegiatan berusaha tani (on
farm), pemenuhan informasi dan teknologi serta pengolahan dan pemasaran
hasil pertanian (Syahyuti, 2008; F. Kasijadi,A. Suryadi dan Suwono, 2003).
Kawasan menunjuk pada suatu
wilayah yang merupakan sentra (pusat), dapat berupa sentra produksi, perdagangan
maupun sentra konsumsi. Dengan demikian kawasan sentra produksi sayuran adalah
suatu kawasan pusat kegiatan produksi sayuran dalam suatu unit wilayah tertentu
yang memiliki karakteristik yang relatif sama, dan memiliki kelengkapan
infrastruktur dan sistem yang menunjang kegiatan produksi sayuran
(Saptana,Saktyanu, Sri Wahyuni, Ening dan Valeriana Darwis, 2004).
Sistem Agribisnis yang lengkap
merupakan suatu gugusan industri ynag terdiri dari empat subsistem yaitu
subsistem agribisnis hulu yakni industri sarana produksi (industri benih,
pupuk, pestisida dan indutri alsintan), subsistem budidaya (on-farm) yang menghasilkan komoditas
pertanian primer, subsistem agribisnis hulu yaitu pengolahan hasil baik
menghjasilkan produk antara maupun produk akhir, subsistem pemasaran yaitu
pendistribusian produk dari sentra produksi ke sentra konsumsi, subsistem jasa
penunjang yaitu dukungan sarana dan prasarana serta lingkungan yang mendukung
pengembangan agribisnis (Sudaryanto dan Pasandaran, 1993; dan Ditjerhot, 2001).
Dalam pengembangan kawasan
agribisnis ada 4 masalah yang dihadapi yaitu penurunan harga dengan cepat dan
sempurna kepada petani,sedangkan kenaikan harga lambat dan tidak sempurna; informasi
pasar yang monopolistik pada agribisnis hilir; IPTEK dari agribisnis hilir
tidak ditransmisikan ke agribisnis hulu (petani); Modal investasi yang relatif
banyak di agribisnis hilir tidak disalurkan dengan baik, bahkan cenderung
digunakan untuk mengeksploitasi agribisnis hulu (Simatupang, 1995).
Keberhasilan pengembangan
agribisnis sayuran tergantung kepada keterpaduan antara program dan kesiapan
kelembagaannya. Ada tiga bentuk kelembagaan yaitu kelembagaan yang hidup dan
telah diterima oleh komunitas lokal atau tradisional, kelembagaan pasar,
kelembagaan sistem politik atau sistem pengambilan keputusan ditingkat publik
(Etzioni, 1991;Uphoff, 1992).
Kabupaten Tanah Datar tepatnya
di Kecamatan X Koto Kenagarian Aie Angek merupakan daerah yang terletak pada
dataran tinggi. Sehingga sangat cocok untuk pengembangan usaha pertanian.
Pengembangan pertanian bertujuan untuk kesejahteraan petani dan keluarganya
dalam berusaha tani dengan melakukan agribisnis pertanian sayuran organik yang
tangguh dan profesional serta berwawasan lingkungan (Pemerintah Kabupaten Tanah
Datar, 2007).
Kabupaten Tanah Datar
merupakan daerah yang memiliki potensi berupa lahan kering, sawah dan
perikanan. Khusus di Kenagarian AieAngek, kawasan ini sangat cocok ditanami
sayur-sayuran karena memiliki keunggulan komparatif, dan Pemerintah Kabupaten
Tanah Datar telah menetapkan menjadi suatu Kawasan Pusat Pengembangan
Agribisnis Sayuran Organik (KASO), dalam pelaksanaannya pembinaan dilakukan
oleh Dinas Pertanian Kabupaten Tanah Datar dan Dinas Pertanian Propinsi
Sumatera Barat.
No comments:
Post a Comment