Tujuan
Instruksional Umum:
Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa dapat:
1.
Memahami pengertian filsafat.
2.
Memahami pengertian hukum.
3.
Mengetahui pengertian filsafat hukum.
Tujuan Instruksional Khusus:
Setelah mempelajari bahasan
ini mahasiswa mampu:
1.
Membedakan pengertian Ilmu Filsafat dan Agama.
2.
Menyebutkan ruang lingkup Ilmu Filsafat.
3.
Menyebutkan pengertian hukum dari berbagai sarjana.
4.
Mengetahui pengertian Filsafat Hukum dari berbagai sarjana.
1. Pengertian Filsafat dan
Agama
Adakalanya
orang mengatakan bahwa orang harus berfilsafat. Sehingga untuk dapat
berfilsafat, terlebih dahulu orang harus mengetahui apa yang disebut dengan
filsafat. Sesungguhnya, istilah “filsafat”
merupakan suatu istilah dari bahasa Arab yang terkait dengan istilah dari
bahasa Yunani, yaitu: Filosofia.
Secara etimologis, kata “filsafat” berasal dari
kata majemuk, yakni: filo dan sofia. Filo artinya ‘cinta’ dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin
dan karena ingin itu, lalu berusaha mencapai yang diingini. Sedangkan Sofia artinya ‘kebijaksanaan’. Bijaksana
inipun merupakan kata asing, yang artinya ialah ‘pandai’: mengerti dengan
mendalam. Jadi secara etimologis, filsafat dapat dimaknakan: “Ingin mengerti
dengan mendalam” atau “cinta kepada kebijaksanaan”. Dengan demikian, rumusan
tersebut di atas dapat disebut sebagai suatu definisi atau pembatasan yang
semata-mata berdasarkan atas keterangan nama atau pembatasan nama.
Dari sudut
isinya, terdapat banyak perumusan yang dikemukakan para penulis filsafat.
Filsafat dapat diartikan sebagai pandangan hidup manusia, yang tercermin dalam
berbagai pepatah, slogan, lambang dan sebagainya. Filsafat dapat juga diartikan
sebagai ilmu. Dikatakan sebagai ilmu karena filsafat adalah pengetahuan yang
metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan dengan kata lain
filsafat memiliki objek, metode, dan sistematika tertentu, terlebih-lebih
bersifat universal. Dalam kaitannya dengan salah satu unsur yang dipenuhi filsafat
sebagai suatu ilmu, yaitu adanya objek
tertentu yang dimiliki filsafat.
Menurut
Poedjawijatna, objek suatu ilmu dapat dibedakan menjadi dua, yakni objek materia dan objek forma. Objek materia adalah lapangan atau bahan penyelidikan
suatu ilmu, sedangkan objek forma adalah sudut pandang tertentu yang menentukan
jenis suatu ilmu. Objek materia filsafat adalah sesuatu
yang ada dan mungkin ada. Pada intinya objek materia filsafat dapat dibedakan menjadi
tiga macam, yaitu tentang hakikat Tuhan, hakikat alam, dan hakikat manusia.
Barangkali, objek materia filsafat sama dengan objek ilmu lainnya, tetapi yang
membedakan adalah objek formanya. Objek forma filsafat terdapat pada sudut
pandangnya yang tidak membatasi diri dan
hendak mencari keterangan sampai sedalam-dalamnya atau sampai kepada hakikat
sesuatu, sehingga terdapat kebenaran, jika filsafat dikatakan sebagai ilmu
tanpa batas.
Jika ditelaah lebih mendalam, filsafat
memiliki sedikitnya tiga sifat pokok, yaitu: menyeluruh, mendasar, dan spekulatif.
Menyeluruh, artinya cara berfikir
filsafat tidak sempit, dari sudut pandang ilmu itu sendiri (fragmentaris atau sektoral), senantiasa melihat persoalan dari tiap sudut yang ada. Mendasar, artinya bahwa untuk dapat
menganalisa suatu persoalan bukanlah pekerjaan yang mudah, mengingat
pertanyaan-pertanyaan yang dibahas berada di luar jangkauan “ilmu biasa”.
Untuk itu, ciri ketiga dari filsafat yang
berperan, yaitu spekulatif. Langkah-langkah spekulatif yang dijalankan oleh
filsafat tidak boleh sembarangan, tetapi harus memiliki dasar-dasar yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Di samping ketiga ciri filsafat tersebut
di atas, ada ciri lain yang perlu ditambahkan, yaitu sifat refleksif kritis dari
filsafat. Refleksi berarti pengendapan dari pemikiran yang dilakukan
secara berulang-ulang dan mendalam (contemplation).
Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan yang lebih jauh
lagi dan dilakukan secara terus-menerus. Kritis
berarti analisis yang dibuat filsafat tidak berhenti pada fakta saja, melainkan
analisis nilai. Sebab, jika yang dianalisis hanya fakta saja, maka subjek
(manusia) tersebut baru melakukan observasi, dan hasilnya ialah gejala-gejala
semata. Lain halnya, jika yang dianalisis nilai, maka hasilnya bukan
gejala-gejala melainkan hakikat.
Ada beberapa sarjana penulis filsafat
yang mengemukakan pendapatnya tentang filsafat, antara lain:
- Plato: filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
- Aristoteles : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu matematika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
- Al Farabi : Filsafat ialah ilmu pengetahuan tentang alam maujud bagaimana hakekat yang sebenarnya.
- Descartes : Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
- Immanuel Kant : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang tercakup di dalam empat persoalan, yaitu metafisika, etika, agama, dan antropologi.
Dari
perumusan filsafat sebagaimana dikemukakan oleh para penulis filsafat tersebut
dapat ditarik intisarinya bahwa filsafat merupakan karya manusia tentang
hakikat sesuatu.
Pada
uraian terdahulu telah dikemukakan bahwa filsafat dapat diartikan sebagai ilmu,
meskipun demikian antara filsafat dengan keseluruhan ilmu yang bertemu pada obyek materia (segala yang ada dan
mungkin ada) tetap berbeda, karena perbedaan itu terletak pada obyek formanya.
Tentu saja
perbedaan itu tidak berlaku pada kedudukan filsafat dengan agama, karena agama
merupakan sesuatu yang ada, sehingga agama juga masuk ke dalam lingkungan
filsafat, dari sini muncul apa yang dinamakan filsafat agama.
Dalam
agama ada beberapa hal penting yang diselidiki oleh filsafat, misalnya: Tuhan,
kebajikan, baik dan buruk, dan sebagainya, karena hal-hal tersebut ada atau
paling tidak mungkin ada, namun antara filsafat dan agama memiliki dasar
penyelidikan yang berbeda. Di satu sisi, sudut pandang penyelidikan agama
didasarkan atas wahyu Tuhan atau firman Tuhan. Pada agama, kebenaran tergantung
kepada diwahyukan atau tidak. Yang diwahyukan Tuhan harus dipercayai, oleh
akrena itu agama ada dan disebut kepercayaan.
Di sisi
lain, kebenaran diterima oleh filsafat bukan karena kepercayaan, melainkan
diterima dengan penyelidikan sendiri, pikiran belaka. Filsafat tidak
mengingkari atau mengurangi wahyu, tetapi tidak mendasarkan penyelidikannya
atas wahyu. Dengan kata lain, filsafat berdasarkan pikiran belaka, sedangkan
agama berdasarkan wahyu.
No comments:
Post a Comment