Banyak definisi yang dibuat oleh
para ahli untuk menjelaskan arti kebujakan. Thomas Dye menyebutkan kebijakan
sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever government chooses to do or not to
do). Definisi ini dibuatnya dengan menghubungkan pada beberapa definisi
lain dari David Easton, Lasswell dan Kaplan, dan Carl Friedrich. Easton
menyebutkan kebijakan pemerintah sebagai
“kekuasaan mengalokasi nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan.”
Ini mengandung konotasi tentang kewenangan pemerintah yang meliputi keseluruhan
kehidupan masyarakat. Tidak ada suatu organisasi lain yang wewenangnya dapat
mencakup seluruh masyarakat kecuali pemerintah. Sementara Lasswell dan
Kaplan yang melihat kebijakan sebagai
sarana untuk mencapai tujuan, menyebutkan kebijakan sebagai program yang
diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktek (a projected program of goals, values and practices). Carl Friedrich mengatakan bahwa yang paling pokok
bagi suatu kebijakan adalah adanya tujuan (goal
), sasaran(objektive) atau
kehendak(purpose).
H. Hugh Heglo menyebutkan kebijakan sebagai “a course of action intended to accomplish
some end,” atau sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan
tertentu. Definisi Heglo ini selanjutnya diuraikan oleh Jones dalam kaitan
dengan beberapa isi dari kebijakan. Pertama, tujuan. Di sini yang dimaksudkan
adalah tujuan tertentu yang dikehendaki untuk dicapai (the desired ends to be achieved). Bukan suatu tujuan yang sekedar
diinginkan saja. Dalam kehidupan sehari-hari tujuan yang hanya diinginkan saja
bukan tujuan, tetapi sekedar keinginan. Setiap
orang boleh saja berkeinginan apa saja, tetapi dalam kehidupan bernegara
tidak perlu diperhitungkan. Baru diperhitungkan kalau ada usaha untuk
mencapainya, dan ada”faktor pendukung” yang diperlukan. Kedua, rencana atau proposal yang merupakan alat atau cara
tertentu untuk mencapainya. Ketiga, program atau cara tertentu yang telah mendapat persetujuan dan
pengesahan untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Keempat, keputusan, yakni
tindakan tertentu yang diambil untuk menentukan tujuan, membuat dan
menyesuaikan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program dalam masyarakat.
Selanjutnya Heglo mengatakan bahwa
kebijakan lebih dapat digolongkan sebagai suatu alat analisis daripada sebagai
suatu rumusan kata-kata. Sebab itu, katanya, isi dari suatu kebijakan lebih
dapat dipahami oleh para analis daripada
oleh para perumus dan pelaksana kebijakan itu sendiri.
Bertolak dari sini, Jones merumuskan
kebijakan sebagai “...behavioral
consistency and repeatitiveness associated with efforts in and through
government to resolve public problems”
(perilaku yang tetap dan berulang dalam hubungan dengan usaha yang ada
di dalam dan melalui pemerintah untuk memecahkan masalah umum). Definisi ini
memberi makna bahwa kebijakan itu bersifat dinamis – ini akan dibicarakan
secara khusus dalam bagian lain, dalam hubungan dengan sifat dari kebijakan.
Sejalan dengan perkembangan studi
yang makin maju, William Dunn mengaitkan pengertian kebijakan dengan analisis
kebijakan yang merupakan sisi baru dari perkembangan ilmu sosial untuk
pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebab itu dia mendefinisikan
analisis kebijakan sebagai”ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode
untuk menghasilkan dan mentransformasikan
informasi yang relevan yang dipakai dalam memecahpersoalan dalam
kehidupan sehari-hari. “Di sini dia melihat ilmu kebijakan sebgai perkembangan
lebih lanjut dari ilmu-ilmu sosial yang sudah ada. Metodologi yang dipakai
bersifat multidisiplin. Hal ini berhubungan dengan kondisi masyarakat yang
bersifat kompleks dan tidak memungkinkan pemisahan satu aspek dengan aspek lain.
No comments:
Post a Comment