Kekuasaan Penyelenggaraan Negara

Dalam rangka pembahasan tentang  organisisasi dan kelembagaan negara,  dapat dilihat apabila kita mengetahui  arti dari lembaga Negara dan hakikat  kekuasaan yang dilembagakan atau  diorganisasikan kedalam bangunan  kenegaraan.  Lembaga negara merupakan  lembaga pemerintahan negara yang  berkedudukan di pusat yang fungsi,  tugas, dan kewenangannya diatur secara  tegas dalam UUD. Secara keseluruhan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)  sebelum perubahan mengenal enam  lembaga tinggi/tertinggi negara, yaitu  MPR sebagai lembaga tertinggi negara;  DPR, Presiden, MA, BPK, dan DPA  sebagai lembaga tinggi negara. Namun  setelah perubahan, UUD 1945 menyebutkan bahwa lembaga negara adalah  MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA,  MK, dan KY tanpa mengenal istilah  lembaga tinggi atau tertinggi negara. UUD 1945 mengejawantahkan  prinsip kedaulatan yang tercermin da-JURNAL MAJELIS 24 Vol. 1 No.1. Agustus 2009 dalam pengaturan penyelenggaraan negara. UUD 1945 memuat pengaturan kedaulatan hukum, rakyat, dan negara karena didalamnya mengatur tentang pembagian kekuasaan yang berdasarkan pada hukum, proses penyelenggaraan kedaulatan rakyat, dan hubungan antar Negara RI dengan negara luar dalam konteks hubungan internasional.

Disamping mengatur mengenai proses pembagian kekuasaan, UUD juga  mengatur mengenai hubungan kewenangan dan mekanisme kerja antar lembaga  negara dalam penyelenggaraan negara. Untuk dapat menelaah tentang hubungan antar lembaga negara tersebut, kita perlu mencermati konsep kunci yang dipakai  dalam sistem pemikiran kenegaraan Indonesia. 

Prinsip kedaulatan rakyat yang terwujudkan dalam peraturan perundangundangan tercermin dalam struktur dan mekanisme kelembagaan negara dan  pemerintahan untuk menjamin tegaknya sistem hukum dan berfungsinya sistem demokrasi. Dari segi kelembagaan, prinsip kedaulatan rakyat biasanya diorganisasikan melalui sistem pemisahan kekuasaan (separation of power) atau  pembagian kekuasaan (distribution of power). Pemisahan kekuasaan cenderung  bersifat horizontal dalam arti kekuasaan dipisahkan ke dalam fungsi-fungsi yang  tercermin dalam lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengimbangi  (checks and balances), sedangkan pembagian kekuasaan bersifat vertikal dalam  arti perwujudan kekuasaan itu dibagikan secara vertikal kebawah kepada lembagalembaga tinggi negara di bawah lembaga pemegang kedaulatan rakyat.

Selama ini, UUD 1945 menganut paham pembagian kekuasaan yang bersifat  vertikal. Kedaulatan rakyat dianggap sebagai wujud penuh dalam wadah MPR yang berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara [Pasal 1 ayat (2), sebelum  perubahan]. Dari sini fungsi-fungsi tertentu dibagikan sebagai tugas dan wewenang lembaga-lembaga tinggi negara yang ada dibawahnya, yaitu Presiden, DPA, DPR,  BPK, dan MA. Dalam UUD 1945 (sebelum perubahan) tidak dikenal pemisahan yang tegas, tetapi berdasarkan pada hasil perubahan, prinsip pemisahan kekuasaan secara horizontal jelas dianut, misalnya mengenai pemisahan antara pemegang  kekuasaan eksekutif yang berada di tangan Presiden [Pasal 5 ayat (1)] dan pemegang kekuasaan legislatif yang berada di tangan DPR [Pasal 20 ayat (1)].  Untuk mengetahui bagaimana proses penyelenggaraan negara menurut  UUD, maka Prinsip pemisahan dan pembagian kekuasaan perlu dicermati karena sangat mempengaruhi hubungan dan mekanisme kelembagaan antar lembaga  negara. Dengan penegasan prinsip tersebut, sekaligus untuk menunjukan ciri konstitusionalisme yang berlaku dengan maksud untuk menghindari adanya kesewenang-wenangan kekuasaan.

No comments:

Post a Comment