Ciri-ciri Hadits Maudhu


1. Ciri-ciri yang terdapat pada Sanad 
  • Rawi tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada seorang rawi yang terpercaya yang meriwayatkan hadits dari dia. 
  • Pengakuan dari sipembuat sendiri, seperti pengakuan seorang guru tasawwuf, ketika ditanya oleh ibnu ismail tentang keutamaan ayat Al-Qur’an, maka dijawab: “tidak seorang pun yang meriwayatkan hadits ini kepadaku. Akan tetapi, kami melihat manusia membenci Al-qur’an, kami ciptakan untuk mereka hadits ini (tentang keutamaan ayat-ayat Al-Qur’an), agar mereka menaruh perhatian untuk mencintai Al-Qur’an.” 
  • Kenyataan sejarah, mereka tidak mungkin bertemu, misalnya ada pengakuan seorang rawi bahwa ia menerima hadits dari seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut, atau ia lahir sesudah guru tersebut meninggal, misalnya ketika Ma’mun ibn Ahmad As-Sarawi mengaku bahwa ia menerima Hadits dari Hisyam ibn Amr kepada Ibnu Hibban maka Ibnu Hibban bertanya, “kapan engkau pergi keSyam?” Ma’mun menjawab, “ pada tahun 250 H.” Mendengar itu Ibnu Hibban berkata, Hisyam meninggal dunia pada tahun 245 H.” 
  • Keadaan rawi dan faktor-faktor yang mendorongnya membuat hadits maudhu’. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Giyats bin Ibrahim, kala ia berkunjung kerumah Al- Mahdi yang sedang bermain dengan burung merpati yang berkata:
لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِى نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ جَنَاحٍ
“Tidak sah perlombaan itu, selain mengadu anak panah, mengadu unta, mengadu kuda, atau mengadu burung 

Ia menambahkan kata, “au janahin” (atau mengadu burung), untuk menyenagkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu dirham. Setelah ia berpaling, sang Amir berkata: “ aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta, atas Nama Rasulullah SAW, lalu ia memerintahkan tentang kemaudhu’an suatu Hadits. 

2. Ciri-ciri yang terdapat pada Matan 

a) Keburukan susunan lafadznya. Ciri ini akan diketahui setelah kita mendalami ilmu bayan. Dengan mendalami ilmu bayan ini, kita akan merasakan susunan kata, mana yang keluar dari mulut Rasulullah SAW, dan mana yang tidak mungkin keluar dari mulut Rasulullah SAW. 

b) Kerusakan maknanya.

1) Karena berlawanan dengan akal sehat, seperti Hadits:
اَنَّ سَفِيْنَةَ نَوْحٍ بِا لْبَيْتِ سَبْتِ سَبْعًا وَصَلَّتْ بِالْمَقَامِ رَكْعَتَيْنِ


Sesungguhnya bahtera Nuh bertawaf tujuh kali keliling ka’bah dan bersembahyang dimaqam Ibrahim dua raka’at. 

2) Karena berlawanan dengan hukum akhlak yang umum, atau menyalahi kenyataan, seperti Hadits:


لاَيُوْلَدُ بَعْدَ الْمِائَةِ مَوْلُوْدٌ لِلّهِ فِيْهِ حَاجَةٌ
Tiada dilahirkan seorang anak sesudah tahun seratus, yang ada padanya keperluan bagi Allah. 

3) Karena bertentangan dengan ilmu kedokteran, seperti hadits:

اَلْبَاذِنْجَانُ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ
Buah terong itu penawar bagi penyakit. 

4) Karena menyalahi undang-undang (ketentuan-ketentuan) yang ditetapkan akal kepada Allah. Akal menetapkan bahwa Allah suci dari serupa dengan makhluqnya. Oleh karena itu, kita menghukumi palsu hadits berikut ini:

إِنَّ الَّلهَ خَلَقَ الْفَرَسَ فَأَجْرَاهَا فَعَرِقَتْ فَخَلَقَ نَفْسَهَا مِنْهَا


Sesungguhnya Allah menjadikan kuda betina, lalu ia memacukannya, maka berpeluhlah kuda itu, lalu tuhan menjadikan dirinya dari kuda itu. 

5) Karena menyalahi hukum-hukum Allah dalam menciptakan alam, seperti hadits yang menerangkan bahwa ‘Auj ibnu Unuq mempunyai panjang tigab ratus hasta. Ketika Nuh menakutinya dengan air bah, ia berkata: “ketika topan terjadi, air hanya sampai ketumitnya saja. Kalu mau makan, ia memasukan tangannya kedalam laut, lalu membakar ikan yang diambilnya kepanas matahari yang tidak seberapa jauh dari ujung tangannya. 

6) Karena mengandung dongeng-dongeng yang tidak masuk akal sama sekali, seperti hadits:
اَلدِّيْكُ الْأَبْيَضُ حّبِيْبِيْ وحَبِيْبُ حَبِيْبِيْ

Ayam putih kekasihku dan kekasih dari kekasihku jibril. 

7) Bertentangan dengan keterangan Al-Qur’an, Hadits mutawatir, dan kaidah-kaidah kulliyah. Seperti Hadits:

وَلَدُ الزِّنَا لاَيَدْ خُلُ الجَنَّةَ إِلَى سّبْعَةِ أبْنَاءٍ
Anak zina itu tidak dpat masuk syurga sampai tujuh turunan.

Makna hadits diatas bertentangan dengan kandungan Q. S. Al-An’am : 164, yaitu:
وَلاَتَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَأُخْرَى
Dan seorang yang berdosa tidak akanmemikul dosa orang lain. 

Ayat diatas menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat dibebankan kepada orng lain. Seorang anak sekali pun tidak dapat dibebani dosa orang tuanya. 

8) Menerangkan suatu pahala yang sangat besar terhadap perbuatan-perbuatan yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar terhadap perbuatan yang kecil. Contohnya:
مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَسَمَّاهُ مُحَمَّدًا، كَانَ هُوَ وَمَوْلُوْدُهُ فِى الْجَنَّةِ
Barangsiapa mengucapkan tahlil (la ilaha illallh) maka Allah menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan, dan setiap lisan yang mempunyai 70.000 bahasa yang dapat memintakan ampun kepadanya.

No comments:

Post a Comment