Hukum membuat dan meriwayatkan hadits maudhu

Umat Islam telah sepakat bahwa hukum membuat dan meriwayatkan hadits maudhu’ dengan sengaja adalah haram secara mutkaq, bagi mereka yang sudah mengetahui hadits itu palsu. Adapun bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada orang bahwa hadits ini adalah palsu (menerangkan sesudah meriwayatkan atau membacanya), tidak ada dosa atasnya. 

Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, tidak ada dosa atasnya. Akan tetapi, sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang dia ceritakan atau amalkan itu adalah hadits palsu, hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan, sedangkan dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, hukumnya tidak boleh. 

Kitab-kitab yang memuat hadits maudhu’ 

Para ulama muhaditsin, dengan menggunakan berbagai kaidah studi kritis hadits, berhasil mengumpulkan hadits-hadits maudhu’ dalam sejumlah karya yang cukup banyak, di antaranya; 
  1. Al-Maudhu’ Al-Kubra, karya Ibn Al-jauzi (ulama yang paling awal menulis dalam ilmu ini). 
  2. Al-La’ali Al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, karya As-Suyuti (Ringkasan Ibnu Al-jauzi dengan beberapa tambahan). 
  3. Tanzihu Asy-Syari’ah Al-marfu’ah an Al-Ahadits Asy-Syani’ah Al-Maudhu’ah, karya Ibnu Iraq Al-kittani (ringkasan kedua kitab tersebut). 
  4. Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifak, karya Al-albani 

Cara mengetahui hadits maudhu 
a) Adanya pengakuan dari pembuatannya 
b) Maknanya rusak, dalam arti bertentangan dengan alqur’an, hadits mutawatir dan hadits shahih 
c) Matannya menyebutkan janji yang besar untuk perbuatan kecil. 
d) Rawinya pendusta. 

No comments:

Post a Comment