Pengertian Hinder Ordonnantie

Di dalam suatu negara modern, bestuur (pemerintah) mempunyai fungsi yang sangat luas, tidak hanya terbatas pada pelaksanaan undang­undang. Bestuur, dalam negara modern, juga berfungsi menyelenggarakan suatu yang tidak termasuk mempertahankan ketertiban hukum secara preventif, megadili/menyelesaikan perselisihan, atau membuat peraturan. Oleh karena itu, didalam negara modern, pemerintah banyak mencampuri urusan kehidupan masyarakat didalam berbagai bidang kehidupan. Dengan demikian, fungsi bestuur ini semakin hari semakin luas.

Regeling adalah suatu fungsi pengaturan. Untuk mendapatkan/memperoleh seluruh hasil fungsi pengaturan tidak hanya undang-undang dalam arti formal yakni yang dibuat oleh Presiden dan DPR), tetapi juga undang-undang dalam arti materiil, yaitu setiap peraturan perundang-undangan yang mempunyai daya ikat trehadap semua orang.

Oleh karena itu didalam setiap negara modern, semakin hari campur tangan pemerintah terhadap rakyat semakin besar. Banyak urusan masyarakat yang dikelola oleh pemerintah (penguasa), sehingga sering timbul permasalahan dalam aspek hak asasi manusianya. Semua campur tangan penguasa negara tersebut, perlu diberikan bentuk hukum agar segala sesuatunya tidak bersimpang siur dan tidak menimbulkan keragu-raguan pada semua pihak yang bersangkutan.

Dalam UUD 1945 dinyatakan dengan tegas Indonesia menganut prinsip negara hukum yang dinamis atau wellfare state (negara kesejahteraan). Hal ini disebabkan negara wajib menjamin kesejahteraan rakyatnya. Pernyataan ini terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV, yang antara lain, memuat empat macam tujuan negara, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, merealisasikan kehidupan bangsa, melindungi kesejahteraan umum clan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi clan keadilan sosial.

Dengan kenyatan secara konstitusional negara Indonesia menganut prinsip "negara hukum yang dinamis" atau "welfare state", dengan sendirinya tugas pemerintah Indonesia begitu luas. Pemerintah wajib berusaha memberikan perlindungan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, pemerintah perlu mendapat kewenangan untuk turut campur dalam berbagai kegiatan masyarakat guna mewujudkan kesejahteraan sosial.

Kewenangan pemerintah tersebut diperoleh dari pembagian kekuasaan yang dilakukan dalam UUD 1945. Sebagaimana dikemukakan oleh Prof.

Prajudi Atmosudirjdo, sistem pemerintahan negara Indonesia beraaaskan "pembagian kekuasaan", yang menimbulkan adanya beberapa kekuasaan.

Dalam membicarakan otonomi daerah, tidak lepas dari kajian konsep dan teori desentralisasi. Terdapat hubungan yang saling menentukan dan bergantung antara desentralisasi dan otonomi daerah. Desentralisasilah yang melandasi suatu daerah dapat dikatakan otonom. Otonomi daerah tidak akan ada, jika tidak ada desentralisasi. Sebaliknya, desentralisasi tanpa otonomi daerah akan menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di daerah. Tanpa desentralisasi, daerah tidak akan memiliki otonomi. Otonomi daerah tidak akan pernah ada dalam konteks organisasi Negara, bila teori desentralisasi tidak dijadikan dasar pijakan.

Sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.

Sebagai konsekuensi sistem desentralisasi, tidak semua urusan pemerintahan diselenggarakan sendiri oleh Pemerintah Pusat. Berbagai urusan pemerintahan dapat diserahkan atau dilaksanakan atas bantuan satuan-satuanpemerintahan yang lebih rendah dalam bentuk otonomi atau tugas pembantuan.

Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah, menjadi urusan rumah tangga daerah. Dan terhadap urusan pemerintahan yang diserahkan itu, daerah mempunyai kebebasan untuk mengatur dan mengurus sendiri dengan pengawasan dari pemerintah pusat atau satuan Pemerintahan yang lebih tinggi tingkatannya dari Daerah yang bersangkutan.

Menurut Koesoemahatmadja (1973:18) berpendapat bahwa menurut perkembangan sejarah di Indonesia, otonomi selain mengandung arti perundangan (regeling), juga mengandung arti pemerintahan (bestuur). Namun demikian, walaupun otonomi ini sebagai self government, self sufficiency dan actual independence, keotonomian tersebut tetap berada dalam batas yang tidak melampaui wewenang pemerintah pusat yang menyerahkan urusan kepada daerah. Otonomi menurut Manan (1994 : 21) mengandung arti kemandirian untuk mengatur dan mengurus urusan (rumah tangganya) sendiri.

Kemandirian, menurut Syafrudin (1991: 131), bukan berarti kesendirian, bukan pula sendiri-sendiri karena tetap bhineka tunggal ika, melainkan untuk memecahkan masalah-masalah daerahnya sendiri tidak selalu dan terlalu menggantungkan diri kepada Pemerintah pusat.

Tata urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia menurut Undang-undang Dasar 1945, disebutkan sebagai berikut :

1. Bentuk-bentuk Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia menurut Undang-undang Dasar 1945, yaitu :

- Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945;

- Ketetapan MPR;

- Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;

- Peraturan Pemerintah;

- Keputusan Presiden, dan

Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya, seperti :

- Peraturan Menteri;

- Instruksi Menteri,

- Dan lainnya.


2. Sesuai dengan sistim konstitusi seperti yang dijelaskan dalam Penjelasan autentik Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Dasar Republik Indonesia adalah bentuk peraturan perundang-undangan yang tertinggi, yang menjadi dasar dan sumber bagi semua peraturan-peraturan bawahan dalam Negara.
3. Sesuai pula dengan prinsip Negara Hukum, maka setiap peraturan perundang-undangan harus bersumber dan berdasar dengan tegas pada peraturan perundangan yang berlaku, yang lebih tinggi tingkatnya.

Sedangkan menurut Pasal 7 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menyatakan bahwa :

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut :

a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-­ undang;

c. Peraturan Pemerintah;

d. Peraturan Presiden;

e. Peraturan Daerah.

(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi :
  1. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dawn perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur;
  2. Peraturan Daerah Kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota;
  3. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Peraturan Desa/ Peraturan yang setingkat diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/kota yang bersangkutan.

(4) Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang­undangan yang lebih tinggi.

(5) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Adapun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan, antara lain :

a. Peraturan Perundang-undangan tentang Otonomi Daerah

Pemerintahan Daerah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, adalah pelaksanaan fungsi-fungsi Pemerintahan Daerah yang

dilakukan oleh Lembaga Pemerintahan yaitu : Pemerintah Daerah dan DPRD. Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah dibantu oleh Perangkat Daerah. Secara umum Perangkat Daerah terdiri dari unsur staff yang membantu penyusunan dan pelaksanaan kebijakan dan koordinasi yang diwadahi dalam lembaga sekretariat; unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik diwadahi dalam lembaga teknis daerah; serta unsur pelaksanaan urusan daerah yang diwadahi dalam lembaga dinas daerah.

Penyelenggara Pemerintahan daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban dan tanggungjawabnya serta atas kuasa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan, antara lain, dalam bentuk Peraturan Daerah, peraturan kepala daerah clan ketentuan daerah lainnya. Kebijakan daerah dimaksud tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta peraturan daerah lain.

Kebijaksanaan otonomi daerah akan membawa implikasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Urusan-urusan pemerintahan yang tadinya diatur dan dikelola oleh Pemerintah Pusat, saat ini sudah bisa dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah tanpa menunggu adanya penyerahan urusan secara nyata. Dengan adanya penyerahan kewenangan berarti bertambahnyaurusan atau kegiatan pemerintahan yang harus ditindak lanjuti dengan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah.

Oleh karenanya peranan pemerintah daerah, sangatlah menonjol dan penting peranannya didalam hal pemberian izin dan selanjutnya pengawasan terhadap pelaksanaan dari izin yang telah diberikan melalui dinas masing-masing.

b. Peraturan Perundang-undangan dengan Izin Gangguan/HO

Pemerintah Kabupaten/kota berdasarkan Undang-undang Gangguan (Staatblad 1926 - 226, yang telah diubah dengan Staatblad 1940 - 14 dan Staatblad 1940-450, merupakan peraturan yang berhubungan erat dengan masalah perizinan, sedangkan masalah perizinan selalu berhubungan dengan masalah kewenangan Pemerintah atau pejabat untuk memberikan atau menolak permohonan izin dari warga masyarakat.

Dari pasal-pasal yang terdapat yang terdapat dalam Ordonnantie Gangguan tersebut di atas, hampir secara keseluruhan mengatur tentang larangan mendirikan berbagai bidang usaha tanpa memiliki Izin Tempat Usaha (Izin gangguan) bagi setiap orang yang akan mendirikan berbagai bidang usaha, termasuk semua tempat usaha lainnya yang dapat menimbulkan bahaya, menimbulkan kerugian pada milik, perusahaan atau kesehatan serta menimbulkan gangguan. Selain itu, pasal-pasal lainnya mengatur tentang wewenang Pemerintah atau pejabat yang berwenang memberikan atau menolak permohonan izin, prosedur permohonan, syarat­syarat, penarikan kembali izin yang telah diberikan, upaya banding apabila terdapat permasalahan dalam pemberian izin, maupun sanksi pidana bagi pelanggaran yang terjadi. Walaupun masalah-masalah yang berhubungan dengan perizinan telah dirumuskan dalam Ordonnantie Gangguan tersebut, tetapi masalah penetapan retribusi tidak terdapat dalam pasal-pasalnya.

Pemerintah Kabupaten/kota berdasarkan Undang-undang Gangguan (Staatblad 1926 - 226, yang telah diubah dengan Staatblad 1940 - 14 dan Staatblad 1940-450 dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (yang telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004) dan Peraturan-peraturan mengenai Retribusi menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Gangguan (HO) untuk semua jenis kegiatan usaha dan industri, namun dalam perkembangan selanjutnya dalam aturan pelaksanaan dan teknis terdapat aturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah yaitu Keputusan Presiden Nomor 117 tahun 1999 tentang Tata cara Penanaman Modal dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah yang menimbulkan ketidakpastian hukum apakah bagi kegiatan usaha yang wajib AMDAL dan usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Daerah masih diwajibkan untuk memiliki Izin HO, sehingga menjadi objek pemungutan retribusi Izin HO.

c.Peraturan Perundang-undangan terkait dengan AMDAL

Analisis Mengenal Dampak Lingkungan (AMDAL) berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup adalah merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan sesuai dengan penjelasan pasal 15 ayat (1).

PT. PPLI adalah perusahaan industri yang usahanya atau kegiatannya melakukan pengolahan limbah B-3, (Pasal 1 angka 7 Undang­undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Industri) Jo. Pasal 2 angka 8 huruf a Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanaman Modal bahwa izin usaha yang dikeluarkan oleh Ketua BKPM merupakan izin Usaha tetap dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA).

Bahwa PT. PPLI telah memperoleh persetujuan Amdal dari Kepala Bapedal yang berpedoman pada Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 1999 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993, yang pada intinya tidak diwajibkan perusahaan industri untuk memiliki Izin UU Gangguan/Ho, bila perusahaan dimaksud telah memiliki Amdal.

d. Peraturan Perundang-undangan tentang Lingkungan Hidup

Berdasarkan Pasal 1 angka 21 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Jo. Penjelasan Pasal 15 ayat 1 bahwa AMDAL adalah suatu kaj ian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diajukan pada proses pengambilan keputusan tentang usaha dan atau kegiatan.

Menurut Pasal 18 ayat (1) Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa "Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis dampak lingkungan untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan".

No comments:

Post a Comment