Kebebasan di sini diartikan bahwa seseorang individu, atau kelompok yang bergaul di tengah pergaulan sesamanya, tidak terikat dan terkekang sedemikian rupa. (tidak seperti pada zaman perbudakan di mana ada orang yang menjadi budak, hidupnya tidak bebas, malahan dapat dijual-belikan). Kebebasan ini adalah cirri masyarakat modern dewasa ini. Namun kebebasan memiliki sifat tertentu. Seorang individu yang bebas tidak berarti dia dapat berbuat, semaunya sendiri, seperti umpamanya merusak lingkungan sekelilingnya, merusak barang orang lain, mengganggu istri atau suami orang lain dan seterusnya.
Maka arti kebebasan sebenarnya, sekaligus membawa keterikatan diri untuk tidak mengganggu sesamanya, dengan kata lain kebebasan yang terarah yakni kebebasan yang sekaligus dalam suasan ketertiban. Ketertiban ini adalah cermin adanya patokan, pedoman dan petunjuk bagi individu di dalam pergaulan hidupnya.. Kebebasan individu yang tetap mempertahankan ketertiban adalah kebebasan yang selaras dengan tujuan hukum yakni suasana yang aman, tertib dan adil. Dalam hal ini kebebasan adalah bagian dari komplementer dengan ketertiban. Ketertiban adalah suasana bebas yang terarah, tertuju kepada suasana yang didambakan oleh masyarakat, yang menjadi tujuan hukum.
2. Kepentingan pribadi dan kepentingan antar pribadi
Setiap insan ciptaan Tuhan yang bernama manusia secara indifidu memiliki kepentingan-kepentingan. Kepentingan-kepentingan ini merupakan kepentingan pribadi dan kepentingan antar pribadi. Kepentingan pribadi-pribadi dapat diupayakan pemenuhannya masing-masing tanpa saling bertemu ataupun berbenturan namun kadang-kadang kepentingan antar pribadi dapat bertemu dan berbenturan satu sama lain, misalnya “A” yang bertetangga dengan “B”, suatu hari karena baru saja hujan lebat sehingga banyak kotoran yang menyumbat saluran pembuangan kotoran yang berbatasan dengan rumah “B”, maka demi kepentingannya “A” membersihkan kotoran pada saluran pembuangan dengan mendorongnya sehingga kotoran tersebut memenuhi halaman rumah “B”. “A” berpikir “masa bodoh pokoknya halaman saya bersih”. Padahal “B” pun dalam kasus ini mempunyai kepentingan yang sama agar kotoran tidak menimpa rumahnya. Apabila “B” berpikir seperti “A”, maka ia akan mendorong kotoran tersebut ke halaman rumah “A”, maka ia akan mendorong kotoran tersebut ke halaman rumah “A”, dan dapat diramalkan sengketa akan terjadi. Ini sebuah contoh yang sangat sederhana sekali.
Dalam praktek perbenturan kepentingan antar pribadi adalah banyak sekali. Biasanya diselesaikan oleh pengadilan atau oleh fihak ketiga yang kan meyelesaikannya secara kekeluargaan. Secara ideal adalah bahwa kepentingan pribadi hendaknya seoptimal mungkin dipenuhi, namun tanpa mengurangi atau bahkan dapat merugikan kepentingan individu-individu lain. Malahan sekalipun pemenuhan kepentingan berupa penggunaan hak pribadinya seperti membangun rumah dengan uang sendiri di atas tanah hak miliknya, namun dalam pelaksanaannya harus memperhatikan kepentingan dan hak orang lain. Hak milik yang merupakan lembaga hukum yang lahir di negara barat, pada perkembangannya tetap memperhatikan fungsi social. Di Indonesia keserasian antar kepentingan antar individu adalah harmonis dalam suasana kekeluargaan, seperti dijumpai dalam lembaga hukum ada mengenai hak-hak ulayat, subak, mapalus dan sebagainya.
3. Kesebandingan hukum dan kepastian hukum.
Telah disebut di muka bahwa ada kerja hukum yang bersifat lebih menelaah pada persoalan antara fihak-fihak dan membina suatu kebijaksanaan yang dapat mencerminkan keadilan, atas bertemunya dua kepentingan yang berbeda antara kedua belah pihak. Hukum ini membandingkan antara dua keadaan yang harus diputuskan. Di sini dapat dikatakan adanya kesebandingan hukum.
Betapapun kesebandingan hukum tidak dapat secara mutlak bebas tanpa pedoman yang pasti sebab kalau hal ini terjadi berarti, penerapan kebijaksanaan dan keadilan berjalan tanpa menunjukan watak dari hukum yang diantaranya menghendaki adanya kepastian yaitu kepastian hukum. Jelaslah bahwa kesebandingan hukum harus seiring dengan kepastian hukum demi tercapainya tujuan hukum.
4. Kebendaan (materialism) dan keakhlakan (spiritualism)
Keseimbangan antara kebendaan dan keakhlakan, dalam mencapai tujuan hukum dalam masyarakat, merupakan pula salah satu syarat yang penting. Karena pengutamaan kebendaan semata-mata akan cenderung mendorong orang bersifat materialistis yang cenderung kearah egisme dan egosentris dan semakn menjauhkan jarak keintiman hubungan manusiawi, seperti yang terjadi pada masyarakat metropolitanyang pluriform dan berlapis. Oleh karenanya, harus diupayakan agar kebendaan ini seimbang dengan faham keakhlakan. Atas dasar akhlak yang tinggi yang menghargai keluhuran budi kemanusiaan yang tinggi, sehingga senantiasa berorientasi pada kebendaan semata-mata seperti yang dijumpai pada masyarakat pedesaan.
Sebagai contoh beberapa nilai yang mencerminkan hal tersebut adalah umpamanya kata-kata :
“ora sanak ora kadang yen mati milu kelangan” yang artinya “bukan sanak saudara apabila orang lain meninggal ikut kehilangan”. Demikian bahwa kebendaan hendaknya diikuti secara serasi dengan keakhlakan.
5. Kelestaraian (konservation) dan kebaruan (inovatism).
Faham kelestarian untuk mempeahankan kemampuan yang telah dicapai dalam kehidupan bersama, memang diperlukan bagi stbilitas yang telah dapat dicapai pada suatu pergaulan hidup tertentu. Namun apabila hal ini menjadi orientasi untuk mencegah usaha yang akan mendorong kerah kemajuan, jelas akan menempatkan masyarakat yang bersangkutamenjadi statis dan konservatif. Untuk itu perlu diseimbangkan dengan faham kebaruan dengan mendukung inovasi atau penemuan-penemun demi kebaruan dan perkembangan.
Dengan demikian kestabilan dan usaha mencegah konfik memang perlu, tetapi harus diperhatikan agar tidak terjadi kemandegan. Masyarakt harus berkembang maju, sehingga dibuka kemungkinan pembaruan, asal tidak membawa ketegangan dan konflik. Antara kelestarian dan kebaruan hendaknya serasi.
No comments:
Post a Comment