Pembangunan yang merata dan dapat dinikmati oleh seluruh komponen
bangsa di berbagai wilayah Indonesia akan meningkatkan partisipasi aktif
masyarakat dalam pembangunan, mengurangi gangguan keamanan, serta menghapuskan
potensi konflik sosial untuk tercapainya Indonesia yang maju, mandiri dan adil.
1. Pengembangan wilayah diselenggarakan dengan memerhatikan potensi
dan peluang keunggulan sumberdaya darat dan/atau laut di setiap wilayah, serta
memerhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan daya dukung lingkungan.
Tujuan utama pengembangan wilayah adalah peningkatan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat serta pemerataannya. Pelaksanaan pengembangan wilayah
tersebut dilakukan secara terencana dan terintegrasi dengan semua rencana
pembangunan sektor dan bidang. Rencana pembangunan dijabarkan dan
disinkronisasikan ke dalam rencana tata ruang yang konsisten, baik materi
maupun jangka waktunya.
2. Percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis
dan cepat tumbuh didorong sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah
tertinggal di sekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang
sinergis, tanpa mempertimbangkan batas wilayah administrasi, tetapi lebih
ditekankan pada pertimbangan keterkaitan mata-rantai proses industri dan
distribusi. Upaya itu dapat dilakukan melalui pengembangan produk unggulan daerah,
serta mendorong terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan kerja
sama antarsektor, antarpemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam mendukung
peluang berusaha dan investasi di daerah.
3. Keberpihakan pemerintah ditingkatkan untuk mengembangkan
wilayah-wilayah tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut
dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengurangi
ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain. Pendekatan pembangunan yang
perlu dilakukan, selain dengan pemberdayaan masyarakat secara langsung melalui
skema pemberian dana alokasi khusus, termasuk jaminan pelayanan publik dan
keperintisan, perlu pula dilakukan penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi
dengan wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis dalam satu ‘sistem wilayah
pengembangan ekonomi’.
4. Wilayah-wilayah perbatasan dikembangkan dengan mengubah arah
kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking
menjadi outward looking sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu
gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan
pembangunan yang dilakukan, selain menggunakan pendekatan yang bersifat
keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan. Perhatian khusus diarahkan
bagi pengembangan pulau-pulau kecil di perbatasan yang selama ini luput dari
perhatian.
5. Pembangunan kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil
diseimbangkan pertumbuhannya dengan mengacu pada sistem pembangunan perkotaan
nasional. Upaya itu diperlukan untuk mencegah terjadinya pertumbuhan fisik kota
yang tidak terkendali (urban sprawl & conurbation), seperti yang
terjadi di wilayah pantura Pulau Jawa, serta untuk mengendalikan arus migrasi
masuk langsung dari desa ke kota-kota besar dan metropolitan, dengan cara
menciptakan kesempatan kerja, termasuk peluang usaha, di kota-kota menengah dan
kecil, terutama di luar Pulau Jawa. Oleh karena itu, perlu dilakukan
peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi sejak tahap awal.
6. Pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan dikendalikan dalam
suatu sistem wilayah pembangunan metropolitan yang kompak, nyaman, efisien
dalam pengelolaan, serta mempertimbangkan pembangunan yang berkelanjutan
melalui (1) penerapan manajemen perkotaan yang meliputi optimasi dan
pengendalian pemanfaatan ruang serta pengamanan zona penyangga di sekitar kota
inti dengan penegakan hukum yang tegas dan adil, serta peningkatan peran dan
fungsi kota-kota menengah dan kecil di sekitar kota inti agar kota-kota
tersebut tidak hanya berfungsi sebagai kota tempat tinggal (dormitory town)
saja, tetapi juga menjadi kota mandiri; (2) pengembangan kegiatan ekonomi kota
yang ramah lingkungan seperti industri jasa keuangan, perbankan, asuransi, dan
industri telematika serta peningkatan kemampuan keuangan daerah perkotaan; dan
(3) perevitalan kawasan kota yang meliputi pengembalian fungsi kawasan melalui
pembangunan kembali kawasan; peningkatan kualitas lingkungan fisik, sosial,
budaya; serta penataan kembali pelayanan fasilitas publik, terutama
pengembangan sistem transportasi masal yang terintegrasi antarmoda.
7. Percepatan pembangunan kota-kota kecil dan menengah ditingkatkan,
terutama di luar Pulau Jawa, sehingga diharapkan dapat menjalankan perannya
sebagai ‘motor penggerak’ pembangunan wilayah-wilayah di sekitarnya maupun
dalam melayani kebutuhan warga kotanya. Pendekatan pembangunan yang perlu
dilakukan, antara lain, memenuhi kebutuhan pelayanan dasar perkotaan sesuai
dengan tipologi kota masing-masing.
8. Peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan
dengan kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan didorong secara sinergis (hasil
produksi wilayah perdesaan merupakan backward linkages dari kegiatan
ekonomi di wilayah perkotaan) dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan
ekonomi’. Peningkatan keterkaitan tersebut memerlukan adanya perluasan dan
diversifikasi aktivitas ekonomi dan perdagangan (nonpertanian) di pedesaan yang
terkait dengan pasar di perkotaan.
9. Pembangunan perdesaan didorong melalui pengembangan agroindustri
padat pekerja, terutama bagi kawasan yang berbasiskan pertanian dan kelautan;
peningkatan kapasitas sumber daya manusia di perdesaan khususnya dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya; pengembangan jaringan infrastruktur
penunjang kegiatan produksi di kawasan perdesaan dan kota-kota kecil terdekat
dalam upaya menciptakan keterkaitan fisik, sosial dan ekonomi yang saling
komplementer dan saling menguntungkan; peningkatan akses informasi dan
pemasaran, lembaga keuangan, kesempatan kerja, dan teknologi; pengembangan social
capital dan human capital yang belum tergali potensinya sehingga
kawasan perdesaan tidak semata-mata mengandalkan sumber daya alam saja;
intervensi harga dan kebijakan perdagangan yang berpihak ke produk pertanian,
terutama terhadap harga dan upah.
10. Rencana tata ruang digunakan sebagai acuan kebijakan spasial bagi
pembangunan di setiap sektor, lintas sektor, maupun wilayah agar pemanfaatan
ruang dapat sinergis, serasi, dan berkelanjutan. Rencana Tata Ruang Wilayah
disusun secara hierarki. Dalam rangka mengoptimalkan penataan ruang perlu
ditingkatkan (a) kompetensi sumber daya manusia dan kelembagaan di bidang
penataan ruang, (b) kualitas rencana tata ruang, dan (c) efektivitas penerapan
dan penegakan hukum dalam perencanaan, pemanfaatan, maupun pengendalian
pemanfaatan ruang.
11. Menerapkan sistem pengelolaan pertanahan yang efisien, efektif,
serta melaksanakan penegakan hukum terhadap hak atas tanah dengan menerapkan
prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan demokrasi. Selain itu, perlu
dilakukan penyempurnaan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan
tanah melalui perumusan berbagai aturan pelaksanaan land reform serta
penciptaan insentif/disinsentif perpajakan yang sesuai dengan luas, lokasi, dan
penggunaan tanah agar masyarakat golongan ekonomi lemah dapat lebih mudah
mendapatkan hak atas tanah. Selain itu, menyempurnakan sistem hukum dan produk
hukum pertanahan melalui inventarisasi dan penyempurnaan peraturan
perundang-undangan pertanahan dengan mempertimbangkan aturan masyarakat adat,
serta peningkatan upaya penyelesaian baik melalui kewenangan administrasi,
peradilan, maupun alternative dispute
resolution. Selain itu, akan dilakukan penyempurnaan kelembagaan pertanahan
sesuai dengan semangat otonomi daerah dan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia, terutama yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas sumber
daya manusia bidang pertanahan di daerah.
12. Kapasitas pemerintah daerah terus dikembangkan melalui peningkatan
kapasitas aparat pemerintah daerah, kapasitas kelembagaan pemerintah daerah,
kapasitas keuangan pemerintah daerah, serta kapasitas lembaga legislatif
daerah. Selain itu, pemberdayaan masyarakat akan terus dikembangkan melalui
peningkatan pengetahuan dan keterampilan; peningkatan akses pada modal usaha
dan sumber daya alam; pemberian kesempatan luas untuk menyampaikan aspirasi
terhadap kebijakan dan peraturan yang menyangkut kehidupan mereka; serta
peningkatan kesempatan dan kemampuan untuk mengelola usaha ekonomi produktif
yang mendatangkan kemakmuran dan mengatasi kemiskinan.
13. Peningkatan kerja sama antardaerah akan terus ditingkatkan dalam
rangka memanfaatkan keunggulan komparatif maupun kompetitif setiap daerah;
menghilangkan ego pemerintah daerah yang berlebihan; serta menghindari
timbulnya inefisiensi dalam pelayanan publik. Pembangunan kerja sama
antardaerah melalui sistem jejaring antardaerah akan sangat bermanfaat sebagai
sarana berbagi pengalaman, berbagi keuntungan dari kerja sama, maupun berbagi
tanggung jawab pembiayaan secara proporsional, baik dalam pembangunan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana maupun dalam pembangunan lainnya.
14. Sistem ketahanan pangan diarahkan untuk menjaga ketahanan dan
kemandirian pangan nasional dengan mengembangkan kemampuan produksi dalam
negeri yang didukung kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin pemenuhan
kebutuhan pangan yang cukup di tingkat rumah tangga, baik dalam jumlah, mutu,
keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang didukung oleh sumber-sumber pangan
yang beragam sesuai dengan keragaman lokal.
15. Koperasi yang didorong berkembang luas sesuai kebutuhan menjadi
wahana yang efektif untuk meningkatkan posisi tawar dan efisiensi kolektif para
anggotanya, baik produsen maupun konsumen di berbagai sektor kegiatan ekonomi
sehingga menjadi gerakan ekonomi yang berperan nyata dalam upaya peningkatan
kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Sementara itu, pemberdayaan usaha
mikro menjadi pilihan strategis untuk meningkatkan pendapatan kelompok
masyarakat berpendapatan rendah dalam rangka mengurangi kesenjangan pendapatan
dan kemiskinan melalui peningkatan kapasitas usaha dan ketrampilan pengelolaan
usaha serta sekaligus mendorong adanya kepastian, perlindungan, dan pembinaan
usaha.
16. Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan kesejahteraan
sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok
masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat
yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.
17. Pembangunan kesejahteraan sosial dalam rangka memberikan
perlindungan pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung disempurnakan
melalui penguatan lembaga jaminan sosial yang didukung oleh peraturan-peraturan
perundangan, pendanaan, serta sistem nomor induk kependudukan (NIK). Pemberian
jaminan sosial dilaksanakan dengan mempertimbangkan budaya dan kelembagaan yang
sudah berakar di masyarakat.
18. Sistem perlindungan dan jaminan sosial disusun, ditata, dan
dikembangkan untuk memastikan dan memantapkan pemenuhan hak-hak rakyat akan
pelayanan sosial dasar. Sistem jaminan sosial nasional (SJSN) yang sudah
disempurnakan bersama sistem perlindungan sosial nasional (SPSN) yang didukung
oleh peraturan perundang–undangan dan pendanaan serta sistem Nomor Induk
Kependudukan (NIK) dapat memberikan perlindungan penuh kepada masyarakat luas.
secara bertahap sehingga Pengembangan SPSN dan SJSN dilaksanakan dengan
memperhatikan budaya dan sistem yang sudah berakar di kalangan masyarakat luas.
19. Pemenuhan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya
diarahkan pada (1) penyelenggaraan pembangunan perumahan yang berkelanjutan,
memadai, layak, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat serta didukung oleh
prasarana dan sarana permukiman yang mencukupi dan berkualitas yang dikelola
secara profesional, kredibel, mandiri, dan efisien; (2) penyelenggaraan
pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang mandiri
mampu membangkitkan potensi pembiayaan yang berasal dari masyarakat dan pasar
modal, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan pemerataan dan penyebaran
pembangunan; dan (3) pembangunan pembangunan perumahan beserta prasarana dan
sarana pendukungnya yang memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan
hidup.
20. Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan
sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset
management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi; (2) pemenuhan
kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat; (3)
penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional;
dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan
sanitasi bagi masyarakat miskin.
21. Penanggulangan kemiskinan diarahkan pada penghormatan,
perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat secara bertahap dengan
mengutamakan prinsip kesetaraan dan nondiskriminasi. Sejalan dengan proses
demokratisasi, pemenuhan hak dasar rakyat diarahkan pada peningkatan pemahaman
tentang pentingnya mewujudkan hak-hak dasar rakyat. Kebijakan penanggulangan
kemiskinan juga diarahkan pada peningkatan mutu penyelenggaraan otonomi daerah
sebagai bagian dari upaya pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin.
No comments:
Post a Comment