Pertanyaan yang selalu hadir dalam diri penulis makalah ini ketika berhadapan dengan arti penting pendidikan karakter: Mengapa perlu pendidikan karakter? Apakah ”karakter” dapat dididikkan? Karakter apa yang perlu dididikkan? Bagaimana mendidikkan aspek-aspek karakter secara efektif? Bagaimana mengukur keberhasilan sebuah pendidikan karakter? Siapa yang harus melakukan pendidikan karakter? Bagaimana hubungannnya dengan bidang studi lainnya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut kembali diperkuat oleh kebijakan yang menjadikan pendidikan karakter sebagai ”program” pendidikan nasional di Indonesia terutama dalam Kementerian Pendidikan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu II. ”Pendidikan karakter” bukanlah hal baru dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Namun, jagad pendidikan Indonesia kembali diramaikan dengan kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional yang mengusung pendidikan karakter lima tahun ke depan melalui Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014. Masih kental di ingatan kalangan pendidikan kita di awal Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, ketika itu Menteri Pendidikan Nasional Yahya Muhaimin, berusaha menghidupkan pendidikan watak dan budi pekerti – sebagai amanat Garis-garis Besar Haluan Negara 1999— terutama untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Pemeo lama di dunia pendidikan nasional Indonesia yang mengatakan bahwa “ganti menteri, maka ganti kurikulum atau ganti kebijakan,” menyiratkan sedikitnya dua hal. Pertama, persoalan pendidikan akan selalu dikaitkan dengan arah politik atau kebijakan pendidikan nasional, sehingga antara pendidikan dan politik selalu berhubungan sangat kuat. Kedua, ada penyederhanaan anggapan bahwa persoalan pendidikan seakan hanya sebatas masalah kurikuler atau urusan kurikulum lembaga pendidikan formal.
Secara khusus, meskipun sebelum ada kebijakan Menteri Pendidikan Nasional tentang pendidikan karakter, namun keputusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta untuk menjadikan Pendidikan Karakter sebagai sebuah program kurikuler mulai tahun akademik 2009/2010, merupakan langkah penting untuk mengkaji ulang secara mendalam tentang pendidikan karakter itu sendiri. Dari sini pula, pertanyaan lanjutannya: Apakah pendidikan karakter di FISE UNY sebuah keberanian kebijakan pendidikan fakulter yang akan terus berlanjut tanpa mengenal pergantian pimpinan fakultas? Pertanyaan ini patut dikemukakan, karena jangan sampai terjadi, sebuah mata kuliah lahir karena sebuah kekuasaan tengah berlangsung. Pergantian kepemimpinan (fakultas atau pun universitas) jangan menjadi faktor utama penggantian atau penghapusan sebuah nomenklatur suatu mata kuliah.
Paparan makalah ini menyajikan ulang secara ringkas beberapa aspek pendidikan karakter, khususnya pendidikan karakter sebagai program kurikuler. Tujuan utama makalah ini ialah agar diperoleh pemahaman (bahkan kesepahaman) tentang bagaimana pendidikan karakter itu dilakukan secara optimal di kampus FISE UNY.
No comments:
Post a Comment